Jakarta (Indigonews) – Iklan dan promosi produk rokok saat ini telah melewati batas sehingga menjadi ancaman yang dapat merusak generasi muda bangsa dan Pemerintah harus melakukan langkah kongkrit melarang iklan dan promosi rokok tersebut, ujar Sudibyo Markus Dewan Penasehat Indonesia Institute for Social Development (IISD) dalam konferensi pers yang diadakan oleh IISD, Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
Hal ini dikarenakan pada saat ini salah satu permasalahan hidup, tumbuh dan kembang anak adalah ancaman zat adiktif rokok pada anak. Anak merupakan target pasar dan satu-satunya sumber perokok pengganti yang menjamin keberlangsungan dan perkembangan Industri Rokok.
“Salah satu strategi industry rokok untuk menjerat anak-anak menjadi perokok adalah melalui iklan dan promosi rokok dengan materi iklan yang merangsang anak untuk merokok. Oleh karenanya, membiarkan dan atau membolehkan iklan dan promosi rokok sama saja dengan membiarkan anak-anak menjadi perokok. Industri rokok ini merupakan benalu dalam pembangunan bangsa ini” tambah Sudibyo.
Dalam kesempatan yang sama, Hafiz Syafaaturahman selaku Sekretaris Jenderal IPM (Iktan Pelajar Muhamadiyah) menyampaikan bahwa dari hasil penelitian yang di lakukan oleh pihak IPM di 6 kota yaitu jakarta, bandung, semarang, banten, yogyakarta, dan surabaya terkait iklan rokok terhadap anak dan remaja dengan sampel berusia 9-20 tahun, menunjukan bahwa terdapat 42% anak pada usia 14-17 tahun sebagai pengguna rokok, selanjutnya 22% anak dengan usia 7-9 tahun juga aktif menggunakan rokok.
Selain itu hasil penelitian ini juga menunjukan data bahwa 67% anak dan remaja mengenal rokok dari teman, dan sisanya dari iklan rokok di televisi, sponsorship dan lain-lain. 68,91% responden mengaku terpengaruh dengan tayangan iklan rokok dan sebesar 31% respondeng menyatakan bahwa iklan rokok cukup menarik.
“Hal ini menjadi kehawatiran IPM, bahwa jangan sampai generasi muda bangsa rusak karena rokok, oleh karena itu IPM turut serta dalam menangani isu-isu bahaya iklan rokok bagi generasi muda bangsa, dan selanjutnya diharapkan adanya tindakan prefentif” lanjut Hafidz.
Karena berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, rokok adalah produk yang dinyatakan bersifat adiktif. 1Dimana penggunaannya dapat menyebabkan kesakitan dan kematian. Regulasi yang ada saat ini tak mampu membendung upaya sistematis dan massif industry rokok mempengaruhi dan menjerat anak-anak untuk mengkonsumsi rokok, zat adiktif legal yang mengandung 7000 bahan kimia, dimana 70 diantaranya menyebabkan kanker.
Dampaknya, prevalensi perokok anak secara konsisten terus meningkat. Hal ini menyebabkan hak anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang menjadi terancam.
UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak secara tegas menyatakan bahwa Negara dan pemerintah wajib bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus pada anak dari zat adiktif termasuk rokok.
Ketentuan ini seharusnya memberikan jaminan perlindungan bagi anak dari zat adiktif rokok. Dengan demikian Pemerintah wajib bertanggungjawab untuk melahirkan kebijakan yang dapat melindungi anak dan mencegah anak-anak menjadi perokok dengan melarang iklan dan promosi rokok.
Dalam peringatan Hari Anak Nasional, dengan mengajak dan melibatkan anak-anak, Pemerintah kerap melakukan deklarasi-deklarasi perlindungan anak dari zat adiktif rokok, tapi sayangnya sampai saat ini tidak terlihat langkah tegas dari pemerintah yang dapat menjamin perlindungan anak dari zat adiktif rokok tersebut.
Hery Chariansyah Ketua Dewan Pengawas Komisi Nasional Perlindungan Anak menyampaikan, bahwa dalam semangat Hari Anak Nasional Tahun 2018 ini, sudah saatnya Pemerintah melakukan kerja, kerja, kerja yang bersifat substantif salah satunya dengan memberikan perlindungan maksimal bagi anak dari zat adiktif rokok.
Lebih lanjut, Hery mengatakan bahwa pada saat ini, Pemerintah dan DPR RI tengah melakukan pembahasan perubahan Undang-Undang tentang Penyiaran. Dimana salah satu pasalnya mengatur tentang penyelenggaraan iklan dan promosi rokok di media Penyiaran yakni Televisi dan Radio.
Dalam kesempatan ini sudah seharusnya pemerintah bersama DPR RI melahirkan kebijakan yang melaran iklan dan promosi rokok di televisi dan radio. Karena Iklan dan Promosi Rokok hanya menguntungkan bagi Industri saja dan tidak ada untungnya bagi bangsa ini bahkan merugikan karena terbukti secara positif dapat mempengaruhi dan mendorong perilaku merokok anak.
Dengan demikian pelarangan iklan dan promosi rokok dalam perubahan UU Penyiaran dapat menjadi tolak ukur apakah Pemerintah dan DPR RI lebih peduli terhadap perlindungan anak dari zat adiktif rokok dan masa depan bangsa atau tunduk terhadap kepentingan industry rokok.
Berdasarkan hal tersebut Indonesia Institute for Social Development (IISD), Komisi Nasional Perlindungan Anak, dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah meminta komitmen pemerintah dalam melindungi anak-anak dari bahaya zat adiktif rokok dan tidak membiarkan anak-anak Indonesia menjadi perokok, melalui beberapa hal :1). Menyelesaikan revisi UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, yang didalamnya mengatur pelarangan iklan dan promosi rokom di Televisi dan Radio; 2). Menjadikan kebijakan pelarangan iklan rokok di Kabupaten/Kota sebagai persyaratan utama dan wajib dalam penetapan Kabupaten/Kota Layak Anak.
Oleh :
Sudibyo Markus (Advisor of Indonesia Institute for Social Development)
Hery Chariansyah, SH., MH (Ketua Dewan Pengawas Komisi Nasional Perlindungan Anak)
Hafizh Syafaaturahman (Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah)
Discussion about this post