Simalungun (Indigonews) – Salah satu faktor penyebab APBD Simalungun mengalami defisit, Pemkab Simalungun dalam merencanakan keuangan daerah acap kali tidak mempedomani aturan dan azas pengelolaan keuangan daerah.
Sehingga tujuan yang akan dicapai melalui program kerja tidak memiliki manfaat bagi masyarakat. Demikian disampaikan Ketua Institution law And Justice (ILAJ) Fawer Full Fander Sihite, melalui keterangan tertulis, Kamis (13/12/2018)
Menurut Fawer, laporan keuangan pemkab Simalungun yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setiap tahun menunjukkan betapa buruknya pengelolaan keuangan daerah.
“Kasus ketidakpatuhan terhadap aturan, sistim pengendalian intern yang kacau balau hingga pelanggaran administrasi yang mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan daerah setiap tahun selalu menjadi temuan,” terang dia.
Korupsi sambung Fawer tidak saja terjadi pada saat pelaksanaan, akan tetapi juga dalam proses perencanaan.
Dalam proses perencanaan anggaran tersebut terdapat 5 aspek yang mewarnai, yaitu top down, bottom up, partisipasi, teknokrasi, dan politik.
Proses top down, anggaran yang digelontorkan dari pusat ke daerah sudah diatur (given), sedangkan bottom up, sejauh ini hanya formalitas, karena proses partisipasi dalam perencanaan yang dilakukan bukanlah proses negosiasi, namun hanya sosialisasi dan penyampaian informasi publik.
Masyarakat belum dilibatkan dalam perencanaan secara utuh dari awal, dan hanya diberi sosialisasi hasil dari perencanaan yang sudah terbentuk.
Pengelolaan yang dilakukan OPD rentan korupsi, baik melalui mekanisme mark up (biaya) maupun mark down (penerimaan/pendapatan) daerah, laporan fiktif, penyalahgunaan wewenang dan penggelapan.
Sebagai contoh sekaligus bukti perencanaan anggaran yang rawan korupsi, Fawer membeberkan bahwa di APBD kabupaten Simalungun tahun 2018 terdapat anggaran Penyusunan Rancangan Perda tentang APBD Rp 421.045.000.
Penyusunan Ranperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Rp 181.589.500. Kemudian, penyusunan rancangan peraturan Bupati tentang penjabaran pertangungjawaban pelaksanaan APBD Rp 127.592.500.
Penyusunan Rancangan Perda tentang Perubahan APBD Rp 426.145.000. Penyusunan Rancangan Peraturan Bupati tentang penjabaran P-APBD Rp 127.592.500.
“Itu hanya menyusun aturan seperti Ranperda- Perda dan peraturan bupati (Perbup). Jumlah anggarannya Rp 1,2 M. Ada potensi mark up anggaran,” ungkap dia.
Kondisi demikian menurut Fawer lantaran Bupati Jopinus Ramli (JR) Saragih abai akan tugas dan tanggungjawabnya. Walhasil, rencana keuangan yang sudah dibentuk Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin Sekda disetujui tanpa adanya evaluasi dari bupati.
Jika dana sebanyak itu dialokasikan untuk sektor pendidikan dan kesehatan, ribuan pegawai honorer dan masyarakat ter-marjinalkan akan dapat bertahan hidup.
Baginya, anggaran pembuatan regulasi perencanaan keuangan hanya bagian kecil dari program asal jadi dalam APBD.
JR sebagai penanggungjawab APBD tak perduli apakah program dan rencana keuangan itu telah sesuai dengan RPJMD dan RKPD yang telah disepakati.
“Benar atau tidak yang dilakukan OPD, JR cuek dan yang penting ada laporan. Padahal, apa yang dikerjakan OPD, bagian dari tugasnya bupati dan janji yang harus diwujudkan kepada rakyat,” pungkas Fawer yang belum lama ini menyandang magister.
Selain ketidakpedulian bupati JR, DPRD juga imbuh mantan Ketua GMKI ini teramat perlu dipertanyakan keberadaannya.
“DPRD Simalungun seperti tukang stempel atas seluruh usulan bupati. Menyedihkan sekaligus memalukan,” tandasnya.
Untuk itu kata Fawer, ILAJ berharap masyarakat kabupaten Simalungun dan pihak-pihak yang perduli segera bangkit dan bersatu melawan ketidakadilan.
“Hukum dan keadilan harus ditegakkan,” pungkasnya. Red
Discussion about this post