Riau (Indigonews) – Ikatan Sarjana Anak Negeri (IKSAN) Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau meminta bahkan mendesak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) segera hadir dan menyelesaikan adanya sengketa beberapa lembaga organisasi maupun para pekerja yang semakin memanas.
“Kita minta Disnaker Indragiri Hulu selaku pihak yang bertanggung jawab mengurus masalah pekerja dan mitra kerja baik organisasi, serikat maupun federasi yang ada di Kabupaten Indragiri Hulu membentuk team Investigasi Indevenden dan mengecek legalitas seluruh federasi maupun serikat, mulai dari pusat sampai ke daerah,” demikian ucap Haryadi Sanjaya selaku pengurus IKSAN Kabupaten Indragiri Hulu, Jumat (18/01/2019).
Haryadi merasa sangat prihatin dengan kondisi carut marutnya pengelolaan manajemen serikat maupun federasi yang ada di Kabupaten Indragiri Hulu, hal ini diduga tidak pernah pedulinya Bupati maupun Kepala Dinas Tenaga Kerja.
“Coba banyangkan, tiap bulan mereka (buruh,red) di bebani dengan iuran wajib. Belum lagi uang chos uang dan lain-lain nya. Sementara perlindungan bagi mereka tidak ada sama sekali,” jelasnya.
Namun kenyataan yang terjadi banyak dugaan irganisasi yang tidak LEGAL bahkan memaksa pekerja menjadi anggotanya, tetapi dikala pekerja di PHK serikat kadang tidak ambil peduli. Apa lagi, pekerja bongkar muat malah lebih parah lagi.
“Para pekerja ini diduga di jadikan sapi perahan oleh organisasi, serikat mau pun federasi. Untuk mengurus KTA saja, mereka harus mengeluarkan sejumlah uang yang tidak sedikit. Belum lagi potongan persen dari hasil bongkar muat,” sebutnya.
“Miris kalau kita lihat organisasi, federasi dan serikat diduga hanya memperkaya diri pribadi, mereka tanpa ada tenggang rasa dan belas kasihan melihat para pekerja yang seperti sapi perahan saja. Dari pengamatan saya, tidak kurang dari lima ratus juta uang yang di tarik oleh serikat maupun federasi tiap bulan nya dari para pekerja mengatasnamakan iuran dengan dalih iuran inilah dan iuran itu lah,” sindirnya.
“Nah, uang ini kemana dan untuk apa ?.. Sementara para pekerja jauh dari kata hidup layak. Hal ini yang perlu Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu maupun Dinas terkait tanggap. Kejadian seperti ini sudah berlangsung puluhan tahun, namun tak ada yang berani mengungkapkannya” cetusnya.
“Sekali lagi tolong ditertibkan legalitas semua organisasi, federasi maupun serikat yang ada di inhu ini, kalau memang tak jelas ke-absahannya, tolong di bekukan serikat tersebut” pintanya.
Haryadi juga meminta APINDO Indragiri Hulu berperan aktif untuk menertibkan oraginisasi, federasi amupun serikat yang semakin meresahkan para pekerja.
“Tegur, dan jika perlu bubarkan saja serikat yang memakai pola premanisme di setiap perusahaan dan mengatasi serikat seperti ini tidak perlu takut. Negara ini negara hukum,” tandasnya.
Lanjut Haryadi, sepatutnya Indragiri Hulu sangat cukup malu, karena di antara beberapa kabupaten yang ada di Provinsi Riau, hanha Indragiri Hulu yang paling terlambat menetapkan upah minimum kabupaten, sehingga para pekerja kurang mendapat dukungan dari Pemkab. Tidak dapat dipungkiri keterpurukan ini juga mencoreng kinerja Bupati yang diduga tidak mendengar, melihat serta merasakan penderitaan para buruh/pekerja.
“Seharus nya yang menetapkan upah itu adalah rapat Dewan Pengupah yang terdiri dari Pemkab Indragiri Hulu, Apindo, Disnaker dan SPSI yang sah dari pusat sampai daerah, menurut saya malah sesuka hati saja. Masak, federasi bongkar muat bicara upah tetap bulanan. Hal inikan gak nyambung federasi, malu kita sama kabupaten lain,” ungkapnya.
“Sebagai pemerhati tenaga kerja, saya sangat berharap di penghujung tugas bupati Yopi Arianto ini dan Kepala Dinas yang baru. Tolong hal ini ditertibkan, dan jangan ada lagi di inhu ini mafia didalam menajemen serikat maupun federasi,” harapnya.
Haryadi membeberkan beberapa contoh permasalahan pekerja yang tidak pernah mendapat perlindungan atas kesemena menaan pengusaha, seperti di PT. PAS masak satu perusahaan itu pekerja bongkar muatnya 213 orang, sementara di PT. MAS hampir 300 orang.
“Bagaimana mau kerja kalau sudah begini banyaknya. Untuk mengurus KTA saja berkisar Rp.500.000 bahkan sampai 1 juta. Hal inikan sudah tidak manusiawi lagi, belum lagi potongan dan uang chos nya. Tiap bulan mau 15 juta mereka keluarkan dana untuk serikat” tambahnya.
“Bayangkan itu baru satu Perusahaan Bagaimana Kalau 23 Perusahaan berapa ratus juta dana yang bisa tersedot untuk serikat maupun federasi yang belum tentu organisasi itu sah maupun legal” tutup Haryadi Sanjaya. Jumari