Siak – Maraknya pemberitaan di media massa terkait izin legalitas praktek dan adanya 3 orang bayi yang meninggal dunia diduga akibat dibantu bersalin oleh Bidan Swasta JT di Kampung Minas Barat Kecamatan Minas, Siak, dibantah oleh bidan bersangkutan walau sebelumnya keluarga korban telah membantah dan menyatakan hal tersebut didalam surat pernyataan yang berhasil diterima oleh awak media ini.
JT memaparkan, beberapa waktu lalu dirinya merasa dijebak oleh beberapa orang yang mengaku sedang sakit, dan ingin berobat ke tempatnya. Karena merasa kasihan, kemudian menolong orang tersebut dan memberikan beberapa infus dan beberapa obat, namun, saat hendak mengitung administrasi, orang tersebut mengatakan bahwa dia dari salah satu Anggota LSM yang melakukan investigasi.
“Saya heran, padahal dia yang datang berobat, dan pada saat itu rumah saya sedang terkunci, tidak melakukan aktifitas. Karena memang saya tidak terlalu konsen di klinik saya, karena orang tua saya baru meninggal dan anak saya sakit. Namun karena hal kemanusian, dan banyak meminta tolong kepada saya untuk berobat, makannya, ringan tangan membantu dengan ikhlas, “ ungkapnya.
Dikatakannya lagi, untuk 3 orang anak yang meninggal dunia tersebut, bukan ditangani olehnya. Semua ada surat keterangan dan juga bisa ditanya ke masing masing orang tua yang anaknya meninggal.
“Saya jelaskan yah, memang ada anak yang meninggal dunia, tapi bukan karena penanganan saya, pertama Charles Aman Napitupulu menerangkan datang ke klinik dan meminta dibantu persalinan istrinya dan saat diperiksa bayi dalam perut sudah meninggal, kemudian saat dianjurkan untuk dirujuk ke Pekanbaru namun menolak karena takut biaya,” jelasnya.
Katanya lagi, yang kedua, istri Alvin merupakan pasien yang sering kontrol kehamilanya ke dia.
“Namun saat di Pekanbaru, istri Alvin menghubungi dengan mengatakan sakit hendak berobat dan saat itu saya sarankan untuk periksa ke bidan lain, akan tetapi bersikeras menunggu saya karena takut terjadi apa-apa sehingga saya langsung pulang dan menuju rumahnya, dimana saat itu sudah ditolong dukun kampung dan saat saya sarankan untuk dirujuk ke Pekanbaru namun menolak dan tetap ditolong dukun beranak hingga lahir namun keesokan harinya meninggal karena demam tinggi,” ungkapnya.
Sementara, untuk bayi ketiga, yang kembar, katanya memang sering kontrol, namun kondisi anaknya sungsang, dan sudah dianjurkan untuk melakukan operasi, namun keduanya bersikeras untuk tidak melakukan operasi, mengingat biaya.
“Namun setelah itu, dia tidak ada mengabari, setelah lahir baru dikabari, itupun kondisi anaknya kaki sudah tergantung dan meninggal 1,5 jam setengah. Saya ditelpon setelah dia melahirkan di rumah. Anak pertamanya meninggal dunia. Dan anak yang kedua selamat karena langsung saya larikan ke rumah sakit di Pekanbaru untuk segera dioperasi,” ungkapnya.
JT juga mengatakan, atas pemberitaan tersebut dirinya merasa dirugikan, karena hal tersebut adalah fitnah.
“Saya sedih difitnah seperti ini, karena semua pemberitaan itu tidak benar” pungkasnya.
Dikesempatan yang berbeda, Uni Telembenua, 19 Tahun selaku salah seorang orang tua bayi yang meninggal menuliskan pernyataan yang berisikan “pemeriksaan sama Bidan Julita sebanyak 4 kali.
Melahirkan pada 19 Juni 2019, melahirkan ditolong oleh bidan. Julita Pardede mengunjungi rumah Uni Telembenua. Bayi meninggal tanggal 22 Juni 2019. Semenjak melahirkan sampai meninggal bayi Uni Telembenua, Bidan Pardede ada 3 kali kunjungan.
Uni Telembenua diinfus sama bidan Pardede sebanyak 4 botol. Bayi panas pada tanggal 20 Juni 2019. Sudah diberi obat sama Bidan Pardede. Biaya persalinan sebesar Rp 2.100.000. Saya keberatan anak saya mati” tulisnya tertanggal 16 Oktober 2019 dan ditandatangani.
Begitu pula dengan Mawati Zega, 23 tahun, salah seorang dari orang tua bayi yang meninggal lainnya menuliskan, benar selama hamil dan kontrol/periksa kehamilan sama Bidan Junita Pardede sebanyak 3 kali dan selama ini memang dalam pengawasan Bidan Junita Pardede Am. Keb. Bidan Pardede benar ada 2 kali mengunjungi kerumah. Melahirkan tanggal 21 Juli 2019″ tulisnya yang juga ditandatangani.
Menyikapi hal diatas, Penjaga Pustu Bekalar, Irianto Ketaren sangat menyayangkan kejadian yang telah berlaku,
“Soal kematian tentunya itu sudah suratan Yang Maha Esa namun dari kejadian ini sangat disayangkan bahwa Bidan tidak sesegera mungkin memperpanjang surat izin praktek nya padahal jelas Pak Kadis Kesehatan menyatakan bahwasanya surat izin praktek harus mulai diurus tiga hari sebelum mati dan tanpa biaya apalagi harus ke Jakarta, cukup datang ke Puskemas atau Dinas Kesehatan. Disini saya sendiri sangat menyayangkan bahwa Bidan Junita masih tetap membuka praktek walau surat izin dan STR miliknya telah mati,” ungkap Ketaren.
Walau kabar akan kejadian ini telah menyebar luas, Kepala Dinas Kesehatan masih belum dapat dihubungi akan sanksi atau langkah apa yang akan diambil menyikapi polemik yang telah terjadi di Kecamatan Minas Kabupaten Siak tersebut. Puji Efendi





Discussion about this post