IGNews | Jakarta – Konfederasi Serikat Buruh internasional – Asia Pasifik (ITUC-AP) yang secara menyatakan dukungan penuh kepada kaum pekerja di Indonesia, khususnya kepada
afiliasi ITUC – AP di Indonesia (KSPI dan KSBSI) dalam perjuangan mereka menghentikan usulan “RUU Omnibus Law Cipta Kerja”.
Sejak Oktober 2019, ITUC – AP telah memantau dengan seksama masalah ketenagakerjaan di Indonesia ketika Presiden Joko Widodo mengusulkan untuk merampingkan hukum Indonesia yang tumpang tindih menjadi dua RUU Omnibus tentang Penciptaan Lapangan Kerja dan Perpajakan, dengan tujuan utama untuk menarik investasi asing, memastikan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan
peluang kerja.
Kami mengetahui bahwa usulan RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja yang diajukan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 12 Februari 2020 ditentang secara luas oleh kaum Pekerja/ Buruh di Indonesia dan mendapatkan
kecaman keras karena dilakukan tanpa konsultasi yang memadai dengan serikat buruh/ serikat pekerja.
Sesuai RUU yang ada saat ini, analisis kami menunjukkan bahwa “RUU Omnibus Cipta Kerja” akan mengarah pada fleksibilitas yang lebih besar dan mengurangi
kesejahteraan buruh/pekerja secara signifikan.
Usulan RUU Omnibus Law ini berisiko melemahkan upah minimum, Akan menghilangkan acuan upah minimum di tingkat Kota/ Kabupaten dan sektoral dan hanya mengacu pada upah minimum provinsi. Tingkat upah
minimum akan didasarkan pada pertumbuhan ekonomi di tingkat Provinsi bukan berdasarkan dari biaya hidup sebenarnya.
Pengaturan upah akan menjadi hak prerogatif Gubemur Provinsi, dimana ini bertentangan dengan Konvensi ILO No.131 tentang Penetapan Upah Minimum yang membutuhkan mekanisme penetapan upah minimum melalu mekanisme tripartit.
Sanksi tegas terhadap pengusaha karena tidak mematuhi tingkat upah minimum juga akan melemah secara signifikan. Undang undang yang berlaku saat ini (UU 13/2003) menetapkan hukuman hingga 4 tahun penjara dan atau pembayaran denda hingga Rp. 400.000.000.
Omnibus Law akan menghapus
hukuman ini serta hukuman karna keterlambatan pembayaran upah yang tidak memiliki justifikasi yang benar. Selain itu, usaha mikro kecil dan menengah yang merupakan mayoritas usaha di Indonesia, dapat di bebaskan dari kewajiban membayar upah minimum buruh/ pekerjaan.
Ketentuan penting terkait pembayaran pesangon akan dihapus. Ini akan mempermudah perekrutan dan pemecatan buruh/ pekerja bagi pengusaha, dan pada saat yang sama merampas kesejahteraan yang signifikan dari buruh/pekerja.
Misalnya, buruh/ pekerja dengan
waktu tertentu tidak akan lagi mendapatkan manfaat dari uang pesangon. Kategori buruh/ pekerja lain yang kehilangan uang pesangon mereka termasuk buruh/pekerja yang diberhentikan sebagai bagian dari prosedur penghematan atau buruh/pekerja yang diberhentikan karena sakit yang berkepanjangan dan
kecelakaan kerja.
UU Omnibus juga akan menghapus batasan terhadap penggunaan berlebihan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang bersifat permanen: Saat ini, undang undang tidak mengizinkan pengusaha untuk mempekerjakan
buruh/ pekerja dengan PKWT selama lebih dari dua tahun untuk pekerjaan yang sifatnya permanen.
Namun, ketentuan tersebut akan dihapuskan jika RUU Omnibus ini disahkan. Ini akan mendorong pengusaha untuk terus menerus mempertahankan pekerja dengan kontrak yang tidak menjamin
keamanan kerja.
Undang undang Omnibus akan menghapus batasan untuk outsourcing buruh/ pekerja dan perlindungan skema kesehatan dan pensiun : Saat ini, outsourcing hanya diperbolehkan untuk lima jenis pekerjaan yang bukan bagian dari bisnis inti perusahaan. Namun, jika perubahan yang diusulkan disahkan, maka tidak akan ada lagi hambatan bagi pengusaha untuk melakukan outsourcing di semua kegiatan usaha mereka, yang menjadikan buruh/pekerja tidak memiliki buruh/ pekerja bekerja dengan dasar per jam dst.
Akibatnya, banyak pekerja tidak akan terlindungi dari skema perlindungan asuransi kesehatan dan keamanan kerja seperti
unsun.
Undang undang Omnibus akan menyebabkan risiko kesehatan dan keselamatan yang siknifikan: Sementara batas 40 jam kerja per minggu di pertahankan dalam UU Omnibus, batasan harian akan di hapus. Jam kerja maksimum yang di perbolehkan akan meningkat, yang dapat menyebabkan risiko kesehatan dan keselamatan yang siknifikan.
Konsultasi dengan serikat biuruh/ serikat pekerja akan dihapus: Persyaratan untuk berkonsutasi dengan serikat buruh / serikat pekerja guna meminimalkan hilangnya pekerjaan dan mengambil langkah langkah demi mengurangi dampak buruk dari pemutusan hubungan kerja dalam hal terjadi restrukturisasi akan dihapus.
Setiap amandemen yang diusulkan dalam RUU ini seharusnya tidak boleh mengurangi hak dan manfaat yang sudah dijamin oleh peraturan dan perundang undangan.
Mengurangi standar ketenagakerjaan hanya akan mendorong penyebaran pekerjaan berupah rendah, pekerjaan rentan dan menghambat suatu negara dalam mengembangkan pekerjaan dengan keterampilan tinggi yang lebih stabil.
Olen karena itu, ITUC – AP mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mencabut RUU Omnibus yang diusulkan dan menyerukan konsultasi terbuka dan konstruktif dengan mitra sosial dalam menyusun RUU yang diusulkan tersebut. Zeff





Discussion about this post