IGNews | Lingga – Viral video candaan yang dilakukan Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Kepulauan Riau dan juga Ketua Kadin Provinsi Kepri, AM Maulana beberapa waktu silam dibandara Hang Nadim Batam menjadi pro kontra akan penegakan hukum adat di kabupaten Lingga.
AM Maulana dalam video terlihat dalam proses tepuk tepung tawar mempermainkan acara sakral adat melayu ke salah seorang saat penyambutan kedatanganya.
Namun informasi beredar, setelah viralnya Video tersebut Ketua Kadin Provinsi Kepri tersebut meminta maaf dan tidak mendapat ganjaran maupun sanksi dari penetua suku melayu Kabupaten Lingga.
Penegakan hukum adat malah berbandinh terbalik kepada Metio Sandi yang hanya salah dalam mengartikan sejarah Daek langsung dijemput paksa dan diadili di kantor Lembaga Adat Melayu Kabupaten Lingga (26/10/2018) silam.
Metio sandi dalam peradilan adat Melayu yang dipimpin langsung Ketua Lembaga Adat Melayu Kabupaten Lingga, Datok Muhammad Ishak didampingi Camat Lingga, Lurah Deak, Ketua AMPG Lingga, Ketua PP Lingga, Ketua Hulubalang Lembaga Adat Melayu dan masyarakat malah diberikan sanksi tegas serta dilaporkan ke Polres Lingga.
Metio Sandi dalam putusan peradilan adat dipaksa atau diharuskan menanda tangani pernyataan yang terkesan membunuh atau menghilangkan hak merdeka untuk berdomisi selaku warga negara, adapun isi pernyataan tersebut antara lain; 1). Bersedia minta maaf; 2). Bersedia minta maaf melalui media sosial; 3). Bersedia menerima proses hukum; 4). Keluar dari Kabupaten Lingga selama 5 Tahun; 5). Boleh balek jika ada keluarga yang meninggal.
“Pada saat itu saya pernah interupsi saat mau tanda tangan,
Izin pak…saya kebertan dengan poin nomor 4″ kisah Metio.
“Tak bisa…. suka tidak suka mau tidak mau kamu harus terima, langsung jawab Harianto salah seorang pengurus Lembaga Adat Melayu dan disambut Lurah saat itu” tutur Metio menirukan.
“Dalam surat pernyataan itu yang keluar Kelurahan Lingga hanya saya, tetapi sayang anak dan istri saya juga harus keluar dari tanah kelahiran kami dipaksakan. Anak saya harus keluar dari sekolah dan seperti pekerjaan serta harta kami di Daek tingga begitu saja sampai saat surat penyataan itu pun saya tak bisa terima” kesalnya.
“Mukin karena saya bukan punya jabatan dan bukan Ketua Partai, saya tidak cukup minta maaf saja, kalau mau saya tuntut atau lakukan pembelaan saya tak punya uang” ujarnya.
“Untuk itu…saya berharap jika ada pengacara atau Lembaga Hak Asisi Manusia, saya berharap bantuannya agar saya dan anak istri bisa berkumpul lagi dan jika memang keadilan mau di tegakkan harus di tegakkan jangan tajam ke bawah tumpul ke atas” tegas Metio.
Ketua Lembaga Adat Melayu Kabupaten Lingga, Datok M. Ishak saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp tidak bersedia menjawab begitu juga saat dihubungi melalui telephon tidak merespon mengakat panggilan masuk ke telephone selularnya.
Hal ini menjadi polemik atau diduga adanya ketidak jujuran oleh pengurus Lembaga Adat Melayu Kabupaten Lingga dalam menyikapi kasus Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Kepri dan Metio sandi.
Hukum adat di Kabupaten Lingga kini menjadi bak permainan kepentingan maupun diduga lelucon tetapi dengan sengaja oknum oknum yang berperan telah menghilangkan Hak Azasi Manusia dalam hal hidup bebas dan bertempat tinggal atau berdomisili bebas dan aman yang dilindungi negara. Red05
Discussion about this post