Ir. Djonggi I Napitupulu: Pengalihan Bantuan Langsung Tunai menjadi sembako merupakan praktek Korupsi.
IGNews | Toba – Mendengar komentar Bupati Kabupaten Toba, Ir. Darwin Siagian yang di post diakun facebook resmi milik Pemerintah Kabupaten Toba mengatakan “Jangan sampai bantuan uang dipakai beli tuak, bantuan tunai yang Rp. 200.000 agak sulit pak, karena jadi tuak nanti semua itu. lebih bagus kita kasih sembako biarpun itu dengan sedikit kita capek” kata Bupati dalam acara konferensi vedio diruangan media center Kabupaten Toba (6/5/2020) mendapat reaksi dari sejumlah masyarakat di Kabupaten Toba.
“Tidak usah buat alasan Bapak Bupati habis bantuan tunai itu untuk tuak, bilang saja kalau di alihkan menjadi sembako menjadi untung bagi kepentingan pribadi dan sekelompok. Bantuan sembako yang di distribusikan Supermie ataupun Intermie tidak dapat kami makan itu, lantaran kami tidak menginginkan sembako instant, lebih baik tuak buat kami dari pada mie instant, jangan hanya kemauanmu Bapak Bupati, pembangunanlah pikirkan, kami masyarakat dapat bisa menjaga kesehatan” sebut masyarakat.
“Kami masyarakatlah yang mengetahui kebutuhan kami apabila bantuan tunai telah di cairkan, bukan Bapak yang mengetahui kebutuhan kami, apabila Bapak peduli kepada masyarakat Toba, tolong jagalah standart harga hasil pertanian kami” tegas masyarakat di kedai tuak di Longat Balige.
Melihat postingan di facebook itu, Direktur Eksekutif IP2 Baja Nusantara, Ir. Djonggi I Napitupulu mengatakan pengalihan Bantuan Langsung Tunai sebesar Rp. 200.000 menjadi sembako berpotensi terjadinya praktek korupsi, sedangkan pengadaan sembako dari anggaran APBD saja sudah terindikasi korupsi, apalagi pengalihan bantuan tunai menjadi sembako.
KPK telah mengeluarkan Surat Edaran No 8 Tahun 2020 tentang penggunaan anggaran pelaksanaan pengadaan barang/ jasa dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) terkait dengan pencegahan tindak pidana korupsi.
“Kita pastikan adanya terjadi mengandung unsur adanya benturan kepentingan dalam pengadaan, sebab Penyelenggara Negara/ ASN/ Pejabat publik dapat memiliki potensi benturan kepentingan dalam pengadaan, misalnya calon penyedia barang/ jasa adalah kerabat/ anggota keluarga/ teman dari Penyelenggara Negara/ ASN/ Pejabat publik yang berwenang baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) tersebut” jelasnya.
“Situasi ini jika tidak dihindari atau tidak dimitigasi maka dapat berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi” tegas Djonggi. Freddy Hutasoit





Discussion about this post