IGNews | Jakarta – Ketika Pemerintah Pusat merusak dan mengobrak abrik dan/atau menggusur tanpa memberi ganti rugi atas rumah warga secara melawan ketentuan hukum pasal 170 KUHP jucto pasal 406 KUHP pada bulan Agustus 2020 yang lalu, banyak yang bilang sudahlah mba “Ikhlaskan dan pasrahkan saja”, karena sudah nasib kita orang miskin harus selalu menderita oleh pemerintah yang bersikap otoriter! Kata mereka.
Memang pasca pejabat otoriter tersebut dilaporkan ke Polda Metro Jaya, sampai hari ini, penyidik PMJ belum / tidak berani memanggil pejabat otoriter dari Pemerintah Pusat selaku terlapor pasal 170 KUHP jo Pasal 406 KUHP tersebut.
Menariknya, pasca dilaporkan ke Polda Metro Jaya Agustus 2020, pejabat otoriter dari Pemerintah Pusat tersebut selaku terlapor pasal 170 KUHP jo Pasal 406 KUHP tersebut, baru kemudian bulan September 2020 mengurus penetapan eksekusi kepada Ketua PN Cikarang, guna melegitimasi perbuatannya. Hal ini semakin membebani hati dan pikiran mereka, sebab ditengah pandemi Covid- 19, mereka telah sangat menderita kehilangan rumah, sementara bayi mereka masih umur 2 – 3 bulan.
Bahwa mereka walaupun cuma kuli bangunan dan pekerja harian lepas, tetap gigih melawan secara hukum guna memperoleh hak, keadilan serta kepastian hukum, dengan cara mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada Ketuan Pengadilan Negeri Cikarang, melawan : 1). Presiden RI, selaku Tergugat Satu, 2). Menteria Agraria dan Tata Ruang / Kepala BPN RI, selaku Tergugat Dua, 3). Menteri Perhubungan RI, selaku Tergugat Tiga, 4). KJPP / Penilai Publik Aryanti & Rekan, selaku Tergugat Empat dan 5). PT. Adhikarya, Selaku Tergugat Lima. Untuk selanjutnya disebut sebagai Tergugat Presiden RI, Dkk.
Presiden RI, selaku tergugat satu, setelah berbulan bulan tidak mau patuh hukum, dengan cara mengabaikan 2 – 3 bulan surat panggilan relaas pemberitaan sidang dari Ketua PN. Cikarang, maka pada akhirnya Presiden RI menggunakan jasa Jaksa Agung RI sebagai Pengacara Negara.
Adapun Menteri Agraria dan Tataruang / Kepala BPN RI selaku tergugat dua serta Menteri Perhubungan RI selaku tergugat tiga, menggunakan jasa Biro Hukum Kementerian masing masing. KJPP / Penilai Publik selaku tergugat empat, datang sendiri menghadapi gugatan perkara perdata PMH aquo. Sementara PT. Adhikarya, selaku tergugat lima, memberi surat kuasa kepada Advokat.
Bahwa semua Tergugat Presiden RI, dkk, – membantah atau mengajukan aneka ragam eksepsi, hingga eksepsi konpetensi absolute, bukannya berempati pada korban ini dan berusaha memberi ganti rugi, malah tidak jarang terdengar kata kata dari oknum pejabat kementerian ini terujar “kalau mereka melawan akan kita buat semakin menderita, mereka pakai Lawyer, maka lawyer kita akan lebih banyak lagi”.
Namun Puji Tuhan, eksepsi Presiden RI, dkk., nyatanya telah ditolak oleh Majelis Hakim dalam perkara No. 195 dan 255. Selasa 9 Maret 2021, Majelis Hakim dengan tegas menolak dalam pertimbangan hukum dan putusan sela atas dalil dan argumentasi hukum Eksepsi Presiden RI, Dkk. Ini membuktikan, bahwa Majelis Hakim memiliki hati nurani dan keberanian, untuk memutus perkara berdasarkan keadilan yang dari Tuhan Yang Maha Esa itu.
Saya walapun hanya Advokat probono prodeo dalam menangani 5 perkara perdata PMH No. 193, 194, 195, 296 dan 255 ini, sangat bangga dan puas, serta bersyukur, bahwa ternyata doa mereka kaum miskin serta teraniaya oleh pemerintah yang otoriter ini, masih didengar oleh Tuhan Elohim melalui Majelis Hakim. Selamat untuk keadilan, sebagaimana sila kedua dan sila kelima Pancasila & UUD 1945, bahwa Pancasila tidak cukup hanya disebut sebut saja, akan tetapi harus nyata teraflikasi dalam kehidupan.
Penulis : Kamaruddin Simanjuntak SH (Advokat dan Ketua Umum PDRIS)
Discussion about this post