IGNews | Taput – Prof. Ir. Yusuf Leonard Henuk selaku terdakwa dugaan melanggar Pasal 315 KUHPidana tentang pencemaran nama baik menerbitkan pledoi (nota) pembelan diri, Jumat (25/2/2022).
Adapun isi pledoi Prof. YLH sebagai berikut:
Majelis Hakim yang Terdakwa Hormati, Saudara Penuntut dari Polres Taput, dan Sidang yang Terdakwa Muliakan
Sebelum pembelaan ini Terdakwa mulai, sebagai insan yang beriman, pertama tama Terdakwa mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan penyertaan Nya kepada Terdakwa, sehingga pada hari ini Terdakwa bisa membacakan dan menyampaikan pembelaannya secara cepat disidang yang terhormat ini.
Tentunya harapan Terdakwa, pembelaan ini dibacakan di hadapan serta disampaikan pada Yang Mulia Majelis Hakim Tunggal untuk kiranya dapat menjadi pertimbangan sepatutnya. Sebelum Majelis Hakim sampai pada putusan akhir; apakah Terdakwa ini sungguh sungguh melakukan perbuatan sebagaimana yang telah didakwakan oleh Saudara Penuntut dari Polres Taput, atau apakah Terdakwa benar benar terbukti secara sah dan meyakinkan berbuat dan bersalah secara hukum sebagaimana yang dituntut oleh Saudara Penuntut dari Polres Taput dalam tuntutannya.
Sebelum menyampaikan pembelaan, pertama tama Terdakwa mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang telah memimpin persidangan ini dengan penuh kesabaran, kearifan dan bijaksana sehingga persidangan ini berjalan impartial, fair, dan objective dan pada akhirnya semua saksi dan Terdakwa dapat menerangkan peristiwa yang sebenarnya. Jika sekiranya dalam pemeriksaan persidangan ini Terdakwa memberikan keterang keterangan yang kurang berkenan, Terdakwa mohon maaf yang sebesar besarnya; sama sekali tidak terlintas sedikitpun dalam benak Terdakwa untuk mengurangi wibawa Pengadilan ataupun mempersulit jalannya persidangan.
Demikian pula diucapkan terima kasih Terdakwa sampaikan kepada Saudara Penuntut dari Polres Taput atas uraian Tuntutan yang telah disusun di Polres Taput dan Polda Sumut dengan begitu rapih dan jelas, sehingga memudahkan bagi Terdakwa dalam mengikuti jalan pandangan Saudara Penuntut dari Polres Taput.
Majelis Hakim Yang Terhormat, Pembelaan secara kilat ini dilandasi dengan sebuah harapan agar Yang Mulia Majelis Hakim, dan Pemutus Perkara aquo dengan bijaksana dan penuh kearifan serta senantiasa berkiblat pada rasa keadilan, hati nurani kemanusiaan dan tanggunggjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, sekiranya Yang Mulia Majelis Hakim berkenan untuk memberikan putusan terhadap diri Terdakwa, suatu putusan yang adil, arif dan bijaksana yang semata mata didasarkan pada nilai nilai keadilan yang hakiki, atas dasar mencari kebenaran dari Tuhan Yang Maha Esa.
Sekiranya tidak berlebihan apabila di persidangan yang Terhormat ini, Terdakwa ingatkan kepada para aparat penegak hukum yang selalu menjunjung tinggi keadilan “Fiat Justitia Ruat Coelom” artinya, “Keadilan harus tegak sekalipun langit runtuh” dan Terdakwa juga sampaikan sebuah adagium yang harus kita junjung bersama: “Lebih baik membebaskan seribu orang bersalah dari pada menghukum seorang yang tidak bersalah”.
Pledoi (Nota Pembelaan) Terdakwa
Bahwa Terdakwa memahami dan menyadari sepenuhnya bahwa pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa nanti dalam Pasal 315 KUHP yang diputuskan nanti oleh Majelis Halim Yang Mulia bukanlah balas dendam melainkan mempunyai tujuan pembinaan, memberikan efek jera kepada terdakwa, dimana dengan penjatuhan pidana setimpal diharapkan agar masyarakat menjadi takut dan tidak melakukan perbuatan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Terdakwa (segi edukatif, segi preventif, segi korektif, dan segi represif).
Khusus segi edukatif, Terdakwa telah mengikuti tahap Mediasi untuk kasus ini di Polda Sumut sesuai Surat Dirreskrimsus Nomor: K/3096/X/RES.2.5./2021/Ditreskrimsus, Tanggal 15 Oktober 2021. Bagi Terdakwa sebagai salah satu staf pengajar/Guru Besar di IAKN Tarutung tentu sangat mendukung diadakannya Mediasi ini, mengingat Alfredo Sihombing merupakan Alumni IAKN Tarutung, sehingga tentu yang bersangkutan memiliki rasa “Cinta Almamater”, maka yang lebih diprioritas oleh yang bersangkutan adalah wajib mendukung eksistensi IAKN Tarutung bukan sebaliknya mendukung Bupati Taput yang telah berupaya keras untuk menutup IAKN Tarutung dan menggantikannya menjadi Universitas Tapanuli Raya (UNTARA) sesuai suratnya kepada Presiden RI tertanggal 28 Januari 2021 dan telah Terdakwa tanggapi juga ke Presiden RI pada tanggal 24 Maret 2021.
Dampak negatifnya, Terdakwa dan Bupati Taput, Nikson Nababan berseteru hingga kini sesuai pengakuan Bupati Taput dibawah ini: Sebagai pendukung setia tetap terus bereksisnya IAKN Tarutung, Terdakwa terpaksa (+daya paksa “overmacht” – Pasal 48 KUHP) telah laporkannya atas dugaan “Drs Gadungan” yang kini tidak hanya kasusnya sedang diproses lagi di Polres Taput sesuai Surat Kasat Reskrim, Polres Tapanuli Utara, Nomor: B/388/IX/2021/Reskrim, Tanggal 25 September 2021, Perihal: Pemberitahuan Perkembangan Penyelidikan Dugaan Penyalahgunaan Gelar Akademik “Drs” setelah Terdakwa menyerahkan “3 (tiga) bukti tambahan ke Polres Taput” pada 21 Februari 2021: (1) Video pengakuan Nikson Nababan pada tanggal 27 April 2021 terkait gelar “Drs” diwariskan dari Bapakanya; (2) Nikson Nababan pernah gunakan gelar “S.Ip Gadungan” dan (3) Dalam buku Wisuda 1995 – 1996 tidak ada nama Nikson Nababan.
Kini kasus ini sedang diproses juga oleh Ombudsman RI ke Menteri Dalam Negeri sesuai Surat Nomor: B/2282/LM.15-K/10622.2021/IX/2021 Tanggal 13 September 2021, Hal: Permintaan Penjelasan/ Klarifikasi I, dilanjutkan dengan Surat Direktur Jenderal Otonomi Daerah mewakili Menteri Dalam yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara, Nomor: 355/8034/OTDA, Tanggal 8 Desember 2021, Sifat: Penting, Hal: Tindak Lanjut Fasilitasi Dan Klarifikasi guna proses pemberhentian dari jabatannya sebagai Bupati Taput sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 78 ayat (2), Pasal 82 ayat (1) Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Dengan demikian, seharusnya yang menjadi “korban” adalah Bupati Tapanuli Utara (Nikson Nababan), karena pelanggaran yang didakwa kepada Terdakwa atas laporan Alfredo Sihombing tidak memiliki “Legal Standing”, soalnya menyalahi ketentuan dalam Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan “Delik Aduan Absolut”, sehingga Alfredo Sihombing tidak berhak mewakili Bupati Taput untuk melaporkan Terdakwa sesuai pengakuan Bupati Taput (Nikson Nababan).
Walaupun demikian kenyataan, tetapi tujuan Mediasi yang telah dilakukan oleh Polda Sumut pada tanggal 13 September 2021 guna mewujudkan keadilan restoratif (restorative justice) sesuai Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2021, tanggal 19 Februari 2021. Dalam SE ini, Kapolri menginstruksikan agar penyidik Polri mengutamakan pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan perkara yang menggunakan Undang undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pendekatan keadilan restoratif tidak perlu dilakukan melalui pengadilan, tetapi sejalan dengan kearifan lokal untuk menyelesaikan masalah melalui musyawarah mufakat, saling memaafkan. Terdakwa telah melakukan permintaan maaf 2 (dua) kali di media sosial, dan pihak pihak yang bermasalah mendapat keadilan yang seimbang. Terdakwa telah mengakui di pengadilan bahwa melakukan perlawanan, karena: (1) daya paksa (overmacht) – Pasal 48 KUHP, (2) pembelaan terpaksa (noodweer) – Pasal 49 ayat 1 KUHP, dan (3) menjalankan perintah tanpa wewenang [(Pasal 51 ayat (2) KUHP]. Bahkan dalam berkas perkara ini Terdakwa telah melampirkan pernyataan Kapolri: “Tersangka UU ITE Tak Dihukum Jika Minta Maaf”, apalagi Terdakwa sudah meminta maaf 2 (dua) kali. Permintaan maaf Terdakwa tentu memenuhi kriteria umum: “to err is human to forgive divine”, artinya: “berbuat salah adalah manusiawi untuk memaafkan ilahi”.
Majelis Hakim yang Terdakwa Hormati, Saudara Penuntut dari Polres Taput, dan Sidang yang Terdakwa Muliakan berdasarkan uraian sebagaimana di atas, Terdakwa memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk memeriksa dan mengadili perkara a quo agar menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil putusan, dan memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia agar memutuskan sebagai berikut: 1). Membebaskan Terdakwa, Prof. Ir. Yusuf Leonard Henuk dari dakwaan Primair. Atau setidak tidaknya memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Tarutung, c.q. Majelis Hakim Yang Memeriksa dan Memutuskan Perkara a quo untuk melepaskan Terdakwa dari segala tuntutan hukum; 2). Memulihkan hak hak Terdakwa, Prof. Ir. Yusuf Leonard Henuk dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya; dan 3). Membebaskan biaya perkara kepada Negara.
Atau, Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil adilnya, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Demikian Pledoi (Nota Pembelaan) yang Terdakwa sampaikan, atas perkenan Ketua Pengadilan Negeri Tarutung, c.q. Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo, Terdakwa mengucapkan terima kasih. Freddy Hutasoit





Discussion about this post