IGNews | Kampar – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pemantau Kinerja Aparatur Negara (Penjara) Kabupaten Kampar, mempertanyakan bobot fisik bangunan gedung PWI Kabupaten Kampar di Jalan Ahmad Yani, Provinsi Riau, Selasa (8/3/2022).
Saat melakukan investigasi, Budi Hendra SE selaku Ketua LSM Penjara menyampaikan proyek fisik gedung PWI dalam anggaran tahun 2021 bernilai Rp. 750.000.000. Tapi ia mengaku tidak tau proyek ini mangkrak atau putus kontrak.
Lebih lanjut Budi mempertanyakan “Dari hasil dari audit Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) apakah proyek ini ada tidak terindikasi dan kerugian negara?”.
Bersamaan, Sekjen LSM Penjara Hamdani juga menyampaikan harapannya agar Dinas dapat menjelaskan seperti apa kondisi sebenarnya proyek ini.
“Kita berharap Pemkab Kampar harus serius menangani persoalan fisik bobot bangunan yang sudah terpasang, anggarannya sebesar lebih kurang Rp. 750.000.000 apakah sudah cocok?” imbuhnya.
“Saya juga meminta kepada BPK RI Perwakilan Provinsi Riau, yang berkantor di Pekanbaru, untuk serius mengaudit pembangunan gedung PWI ini, jika tidak demikian, kami akan menyurati Pemkab Kampar melalui dinas terkait. Kalau tidak diindahkan surat kami, kami akan menempuh sidang KIP” pungkasnya.
Teerpisah Advokad praktisi hukum Emil Salim SH, MH sekaligus kuasa hukum LSM Penjara mengatakan “Salah satu tujuan pengadaan barang dan jasa yakni untuk menghasilakan barang/ jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan”.
Tambahnya, diukur dari aspek kualitas, kuantitas, waktu, biaya, lokasi dan penyedia, sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik sebagaimana Pasal 4 Peraturan Presiden RI No. 12 Tahun 2021 berikut perubahan tentang Pengadaan barang/ jasa pemerintah.
Pemerintah kabupaten Kampar harus memastikan terlaksananya peraturan yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa.
“Terhadap proyek mangkrak atau putus kontrak, Pemerintah atau Dinas terkait berkewajiban memberikan penjelasan kepada masayarkat perihal kendala yang menyebabkan mangkraknya proyek tersebut atau penyebab proyek tersebut putus kontrak. Apakah karena lewat waktu pengerjaan atau akibat perbuatan wanprestasi” jelas Emil.
Lebih lanjut dijelaskan Emil “Diharapkan juga adanya audit dari instansi terkait sehubungan pelaksanaan dan juga untuk kelanjutan pembangunan proyek tersebut, karena pembangunan tersebut menggunakan uang Negara”.
“Apabila terindikasi merugikan keuangan Negara atau ekonomi Negara maka hal tersebut dapat di tindak menggunakan UU No. 31 Tahun 1999 berikut perubahan tentang Tindak Pidana Korupsi” tutupnya. *




