IGNews | Simalungun – Prahara yang timbul setelah adanya paksaan atau mengharuskan orangtua/ wali murid tingkat SD dan SMP se- Kabupaten Simalungun membeli baju seragam batik seharga Rp. 120.000 yang menjadi pro kontra ditengah masyarakat malah sebagian masyarakat Simalungun menjabarkan bahwa baju batik tersebut bermotif porsa sehingga adanya ciutan beberapa orang mengatakan dengan diadakan batik motif tersebut mungkin menunjukkan bahwa matinya mutu pendidikan di Kabupaten Simalungun.
Setelah terjadi permasalaham dikalangan masyarakat terkait dugaan diharuskanya orangtua/ wali murid membeli batik, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun, Drs. Zocson Midian Silalahi M.Pd menerbitkan surat nomor 420/1094/4.4.1/2022 perihal Surat Edaran Terkait Pakaian Batik Motif Etnik Simalungun diduga isi surat edaran hanya kamuplase atau kambing hitam supaya masyarakat tdak mempersalahkan.
Acap kali Kadis Pendidika Simalungun dikonfirmsi akan pengadaan baju batik motif etnik Simalungun siapa rekanan pengadaan dan apa dasar diharuskan para orangtua/ wali murid membeli serta dengan menggunakan metode evaluasi harga dari mana dijadikan patokan penjualan batik seharga Rp. 120.000 namun, Drs. Zocson M Silalahi M.Pd selalu tidak kooperatif menjawab pesan konfirmasi melalui WhatsApp.
Menanggapi hal itu, Ketua LSM Forum13 Indonesia Syamp Siadari menyayangkan saat pandemi Covid- 19 para orangtua/ wali murid diberatkan dengan membayar batik seharga Rp. 120.000 dan ini merupakan citra buruk bagi Kadis Pendidikan seaka akan menerbitkan kebijakan tanpa peduli akan kesengsaraan masyarakat saat pandemi, Minggu (1/5/2022).
“Terlambat sudah Kadis Pendidikan Simalungun menerbitkan surat edaran tertanggal 28 April 2022, seharusnya sebelum baju batik itu dibagikan terlebih dahulu di evaluasi dan bila perlu dilihat capita penghsilan orangtua/ wali murid saat pandemi, saya sangat menduga pemerbitan surat itu juga hanya upaya membela diri serta kambing hitam dari permasalahan ini” ujar Syamp.
“Bukan rahasia umum lagi, kita dapat simpulka bahwa rekanan pengadaan baju batik motif etnik Simalungun yang sebagian sudah dibagikan dan diharuskan dibayar sebesar Rp. 120.000 adalah gawean orang orang dekat KDH, dan pastinya jauhari sebelum ini terjadi rekanan pengadaan pasti telah berkoordinasi dan berbicara dengan Kadis, tidak mungkin Kepala Sekolah langsung menerima program membagikan baju kepada murid tanpa adanya perintah atau jangan jangan kuat dugaan adanya desakan atau jepitan yang mereka terima supaya harus membagikan baju kepada murid” jelas Syamp.
“Coba kita teliti poin surat nomor 4, lahh kan baju seragam batik tahun ini berbeda dengan tahun tahun sebelumya bagaima ada satu orangpun siswa/i yang memilikinya, kan dari sini terlihat kamuplasenya” ketus Syamp.
“Seharusnya Kepala Dinas Pendidikan tidak lagi menerbitkan surat edaran tetapi surat perintah menarik semua pengadaan baju batik motif etnik Simalungun dan kepada Kepala Sekolah tingkat SD – SMP segera mengembalikan uang sebesr Rp. 120.000 kepada orangtua/ wali murid yang telah membayar dan meminta baju tersebut dikembalikan” tegas Syamp.
“Bukankah jelas ada peraturan dan undang undang yang melarang setiap Sekolah khususnya Sekolah Pemerintah mengadakan baju seragam dengan unsur paksaan” tutupnya. *





Discussion about this post