IGNews | Toba – Mafia peradilan merupakan tindak pidana korupsi yang melibatkan pelaksana sistem peradilan pidana (penegak hukum), mulai dari oknum polisi, jaksa, advokat, panitera, hakim hingga petugas LP. Aspek moral dari penegak hukum sangat berpengaruh terhadap terjadinya mafia peradilan.
Di dalam sistem peradilan khususnya peradilan pidana, praktek mafia hukum mulai terjadi pada tahap penyelidikan sampai pada tahap pemasyarakatan.
Kedua, praktek mafia hukum disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.
“Mafia hukum adalah kelompok oknum oknum petugas hukum, Hakim, Pengacara, Polisi yang seharusnya menegakkan, melaksanakan hukum, memberikan keadilan pada masyarakat, namun mafia hukum tersebut berbuat sebaliknya, mereka malah melakukan kegiatan melakukan jual beli, menekan, mengancam, para orang yang tersangkut perkara
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH) adalah lembaga pemerintah yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia melalui Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP PPP) atas hilangnya putusan perkara Pengadilan Negeri (PN) Tarutung Nomor : 86/1952/Perdata/PN” ujar Ir. I. Djonggi Napitupulu kepada reporter Indigonews saat dijumpai di Balige, Selasa (8/11/2022).
Lanjut Djonggi menjelaskan “Pada pasal 2 UU No. 22 Tahun 1952 dikatakan: Jika tidak terdapat turunan sah keputusan asli itu, tetapi masih ada surat catatan pemeriksaan perkara dalam sidang yang lengkap (proces verbaal sidang), maka keputusan Pengadilan dapat dijalankan bersandar atas catatan keputusan (dictum) yang termuat dalam surat catatan pemeriksaan itu”.
“Bukan malah bolak balik surat menyurat PN Tarutung dengan Pengadilan Tinggi Medan sehingga membuat Maringan Napitupulu menjadi bingung” tegas Djonggi.
“Atas hilangnya surat petikan putusan tersebut, maka kita bersama Maringan Napitupulu akan meminta surat turunan sah dari putusan tersebut kepada Pengadilan Negeri Tarutung untuk digunakan melakukan upaya hukum. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU No. 22 Tahun 1952 yang berbunyi: Jika surat keputusan asli dan sesuatu pengadilan dari sebab apapun juga hilang, sedang keputusan itu masih harus dijalankan atau masih perlu untuk pemeriksaan banding, kasasi atau grasi, atau perlu untuk disimpan di dalam arsip selama 30 tahun sesuai dengan Undang undang yang bersangkutan, maka turunan sah (authentik) surat keputusan asli itu dianggap dan disimpan sebagai surat keputusan asli” ungkapnya.
“Ada apa dengan hilangnya putusan perkara PN Tarutung Nomor: 86/ Perdata/ PN. Apakah ada mafia Peradilan….?” tanya Direktur Eksekutif IP2 Baja Nusantara itu.
Maringan Napitupulu kepada reporter Indigonews menerangkan ”Atas surat dari Pengadilan Tinggi Medan dan Pengadilan Negeri Tarutung menjadi membuat saya bingung, dalam artinya tidak ada kepastian atas surat yang sudah saya layangkan untuk eksekusi atas putusan perkara perdata Nomor: 86/ 1952/ Perdata/ PN. Sepertinya ada dugaan kuat mafia peradilan untuk menghilangkan putusan asli perkara ini, sementara lahan perkara sudah sebagian terjual dan bahkan bangunan pemerintah telah berdiri”. Freddy Hutasoit





Discussion about this post