IGNews | Siantar – Beredarnya informasi putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 1P/UP/2023 “Permohonan Ditolak” pemakzulan Walikota Pematangsiantar, dr. Susanti Dewayani S.pA tertanggal 8 Juni 2023 yang langsung dipublis Kabag Hukum Pematangsiantar, Hamdani Lubis dibeberapa media. Padahal pemohon dalam hal ini DPRD Kota Pematangsiantar melalui eks Pansus Hak Angket Pemakzulan belum ada menerima salinan putusan, bahkan di halaman webside resmi MA maupun di halaman web side resmi Kepaniteraan MA.
Ironisnya, putusan MA Nomor 1P/UP/2023 baru resmi dipublis dihalaman webside MA dan Kepaniteraan MA pada hari Minggu tertanggal 18 Juni 2023.
Banyak pro kontra akan terbitnya putusan MA Nomor 1P/UP/2023 dimana dipublis oleh Kabag Hukum Pemko Pematangsainatar pada waktu bersamaan tanggal putusan padahal pemohon dalam hal ini DPRD Kota Pematangsiantar belum pernah mengetahui dan belum pernah mendapat informasi terkait putusan “Permohonan Ditolak”.
Anehnya, Ketua LSM Forum13 Indonesia, Syamp Siadari mempertanyakan putusan MA Nomor 1P/UP/2023 dimana pada berkas webside resmi permohonan pemakzulan Walikota Pemarangsiantar oleh DPRD Kota Pematangsiantar dengan jenis permohonan: K/ KHS tetapi putusan dengan kode UP dan kebingungan kedua dalam halaman webside resmi dengan catatan putusan “Usia perkara tidak diketahui karena tanggal distribusi berkas belum diisi” dan lampiran putusan juga belum bisa di download baik bentuk lampiran PDF, Senin (19/6/2023).
Sisi lain, Syamp Siadari juga dengan tegas meminta kepada Ketua DPRD Kota Pematangsiantar supaya melanjutkan perjuangan untuk melanjutkan upaya ke peninjauan kepada lembaga Mahkamah Yudisial atas putusan ini karena sarat adanya konspirasi dibalik terbitnya putusan.
“Kita tidak begitu paham tentang kode kode yang dipakai MA dalam putusan, tetapi semua kita lihat putusan yang tertulis di halaman resmi webside MA kode putusan sesuai dengan jenis permohonan dimana bila jenis permohonan K/KHS makan kode putusan seharusnya 1P/K/KHS/2023 tetapi ada kejanggalan kok putusan MA ini jenisnya K/KHS putusan malah gunakan kode UP, tetapi kita belum paham sih apa memang sekarang sudah ada istilah kode berbeda, hanya MA lah yang tau” pungkas Syamp.
“Satu lagi perlu kita cermati keberanian Kabag Hukum Pemko Pematangsiantar yang mendahului pemohon perkara menyebarluaskan putusan seakan akan menjadi juru bicara MA, ini perlu dilakukan penyelidikan oleh Kepolisian, supaya terang benderang kok bisa tertanggal putusan Kabag Hukum menyebarkan putusan diberbagai media padahal pemohon dalam hal ini DPRD Kota Pematangsiantar belum ada menerima informasi maupun mendapat salina putusan, bahkan MA belum menerbitkan secara resmi dihalaman websidenya“ ucap Syamp.
Sebelum ada informasi putusan MA beberapa hari sebelumnya adanya pertemuan Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Timbul Lingga bersama Ari Sembiring seorang PNS dan oknum pengusaha yang belakangan diketahui bernama Pipin dirumah dinas Ketua DPRD Kota Pematangsiantar dibilangan jalan SM Raja. Dan sebelum terbitnya putusan konon katanya adanya oknum pejabat teras Pemko Pematangsiantar mendatangi oknum pengambil keputusan ke Jakarta. Namun pertemuan ini belum diketahui keabsahanya dan tentang pembahasan apa karena sampai berita ini dipublis Ketua DPRD Kota Pematangsiantar dan Ari Sembiring belum berhasil dimintai keterangannya.
Pertemuan yang terjadi secara terukur dan terstrukrtur serta sistematis tersebut kuat diduga menjadi satu konspirasi akan terbitnya putusan MA Nomor 1P/UP/2023 dan ini mengingatkan kita kembali ke kasus Dedi Indrayana.
Bukan hanya pertemuan Ketua DPRD Kota Pematangsiantar bersama Ari Sembiring dan oknum pengusaha tersebut yang menimbulkan opini adanya konspirasi jahat tetapi dengan adanya kembali puluhan papan bunga mengkhiasi jalan Merdeka dan didepan Kantor DPRD Kota Pematangsiantar beberapa hari belakangan, dimana banyak papan bunga berasal dari organisasi masyarakat maupun kemahasiswaan.
Syamp Siadari meminta kepada Ketua DPRD Kota Pematangsiantar supaya memperjuangkan aspirasi masyarakat mengingat anggaran yang digelontorkan APBD Kota Pematangsiantar mencapai Rp. 500.000.000, dimana ini satu beban moral dan diharap berjuang untuk kepentingan rakyat. IGN_Tim





Discussion about this post