IGNews | Siantar – Petikan syair Admesh Kamaleng berbunyi “Aku tak punya bunga aku tak punya harta yang aku punya rasa setia padamu Siantar (Cinta Luar Biasa)………..”.
Polemik lokasi dan pembangunan Tugu Tuan Sangnaualuh, Raja Siantar semoga bisa segera diselesaikan dengan Prinsip “Sapangambei Manoktok Hitei Ibagas Habonaran……………………. (Kerjasama untuk kemaslahatan dan kebenaran”.
Pamatang merupakan Situs Peninggalan
Sejarah dari Dinasti Siantar sejak
tahun 1350 sampai 1904, sebagai altar
Kerajaan merupakan delta yang di
apit dua sungai perlu dilestarikan.
Tugu adalah salah satu monument kenangan historis, bukan sekedar Patung
untuk ditonton tanpa kesan, sehingga penempatannya stategis serta dapat dimanfaatkan untuk kegiatan sosial ekonomi lainnya.Penempatannya tidak harus ditengah Kota yang justru menimbulkan kemacatan.
Penempatan Tugu di Altar Kerajaan tepatnya di Lingkungan Pamatang atau sekitarnya yang masih bagian dari kerajaan juga masih bagian dari administratif Kelurahan Simalungun adalah sangat tepat dan prosfek.
Sebagai bagian monumental serta histori tugu harus dilengkapi Miniatur Kerajaan sehingga menjadi satu Kesatuan Sejarah yang dimengerti generasi saat ini dan kedepan. Pemanfaatan lahan (land use) jalan Vihara depan Siantar Square tanah ex RSUD Dhjasamen Saragih sekarang dengan luas 100x100mtr/ 1 hektar saat ini status standvas atau asset Pemko bisa dijadikan alternatif terbaik untuk lokasi pembangunan Tugu Raja Siantar.
Jika lokasi Tugu dan Miniatur Kerajaan dilahan ini dapat dikolaborasi dengan Rumah Tua Bangunan Belanda yang ada sebagai situs sejarah Rumah Administrateur Perkebunan MIJ DELI sesuai Besluit UU Belanda Tahun 1906 dan kudeta kepada Raja Sangnaualuh yang diasingkan kemudian ke Bangka Belitung.
Keterkaitan spatial (ruang) dengan luas ideal 1 hektar berisi Tugu dan Miniatur Kerajaan lahan ini juga bisa dijadikan Taman Terbuka Hijau (RTH) dan Hutan Kota, tempat Festival Agroponik (pameran bunga dan taman) Festival Adat Budaya serta Acara Keagamaan, Imlek Fair atau Kontes Terbuka (live show) sebagaimana Tugu Sudirman di Medan atau Raden Saleh di Jakarta Pusat, banyak lagi aktivitas seni budaya dan lukis serta taman perpustakaan.
Kearah Selatan dengan membangun jembatan tradisional diatas sungai Bah Bolon bisa dihubugkan langsung dengan Vihara dan patung Dewi Kwan Im, kearah Barat dengan renovasi jalan setapak bisa dihubungkan ke titi kecil Situs Irigasi Belanda penyalur air ke RSUD Dhjasamen tempoe doloue dan lingkungan Pamatang sebagai Singgasana Kerajaan.
Dari Pamatang ke arah Utara bisa direnovasi kembali gua/ trowongan yang tembus ke Siantar Hotel dan kearah Barat melalui jalan setapak menyusur sungai ke jalan MH Sitorus sebagai area Jungle Track atau Out Bond dan area Finish Arung Jeram menyusur sungai dari Naga Huta, sebagai satu kesatuan mapping road atau DTW wisata yang telah dibuat oleh H. Kusuma Erizal “Ichang” Ginting Presiden BOM’S, Explorer juga Budayawan DKSU (Aku bangga beliau sahabatku SPM Taman Siswa).
Yang terpenting dan paling penting adalah kebijakan konservasi jawasan lingkungan Pamatang Kelurahan Simalungun sebagai Haritage (Warisan Tanah Leluhur Kerajaan Siantar) dengan program renovasi dan bedah rumah warga Pamatang oleh Pemko dan jadikan Pamatang pusat destinasi dengan program reboisasi tanaman species hutan langka serta agroponik.
Inilah penghargaan dan penghormatan untuk Pamatang sebagai embrio atau Cikalbakal Ibukota Siantar sejak tahun 1350 yang lalu dan penghormatan untuk Tuan Sangnauhwaluh Dinasti XIV Raja Siantar.
Bisakah semua ini terwujud….? “Insha Allah kita bersatu dan peduli tentu bisa karena payung hukum berupa UU Nomor 11 Tahun 2010 dan PP Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perlindungan Cagar Alam, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Petunjuk Penyusunan APBD mempersilahkan Pemko untuk berinisiatif lestarikan sejarah”.
Metodenya bagaimana…? “Semua
program ini disatukan dalam wadah
Peraturan Daerah sebagai tindak lanjut Perda RIPARKOT yang telah ada dengan Proyek Tahun Jamak (Multi Years Project) dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 100 Milyar dalam 4 tahun berturut turut. Dana Rp. 100 Miyar tidak besar dan heboh karena cuma 8% dari APBD Siantar estimasi selama 4 tahun”.
Jika mau dan peduli inilah saatnya kita dedikasikan rasa hormat dan terimakasih kita kepada Tuan Sangnaualuh Raja Siantar ke XIV.
Tulisan ni bisa panjang dan baru sisi vackward linkage atau keterkaitan antar sektor kebelakang. Belum lagi cerita Forward linkage keterkaitan kedepan berupa dampak Tugu dan Miniatur bagi ekonomi rakyat dan ekonomi kreatif, okupasi dan destinasi Wisata serta peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemko Pematangsiantar yang meningkat serta gengsi daerah.
Oleh: Taufik Siregar





Discussion about this post