Pematangsiantar (Indigonews) – Penistaan suku dugaan dilakukan Walikota Pematangsiantar, Hefriansyah Noor yang disuarakan berbagai elemen masyarakat khususnya etnis Simalungun semakin banyak disoroti beberapa tokoh.
Penolakan penistaan, kebijakan yang tidak menunjukkan kearifan lokal bahkan pemicu SARA yang dilakukan Walikota Pematangsiantar diwarnai dengan sudah berlangsungnya aksi demo oleh Gerakan Kebangkitan Simalungun Bersatu (GKSB) sebanyak 4 kali dengan seruan dan statman yang sama supaya DPRD membentuk Pansusu untuk memaqzulkan, memberhentikan dan mengganti Walikota Pematangsiantar Hefriansyah Noor.
Permasalahan yang mengakibatkan bangkitanya amarah warga suku Simalungun diawali dari kebijakan Walikota yang tidak mengutamakan putra putri daerah atau suku lokal untuk menduduki jabatan perangkat daerah, penempatan Direktur Utama PD.PHJ dan terkendalanya pembangunan tugu Raja Siantar padahal sudah di anggarkan secara berturut turut sebesar Rp. 3Miliar namun tak kunjung realisasi.
Sisi lain gejolak amarah warga kepada Pemerintah Kota Pematangsiantar, penempatan beberapa orang pejabatan eselon II yang merupakan pernah menjadi pesakitan pidana korupsi, namun Walikota terkesan bangga pertahankan pejabat yang nota bene menyandang gelar mantan narapidana.
Akibat perbuatan dan kebijakan yang dinilai merugikan suku pemilik hak daulat daerah administrasi kota Pematangsiantar, sehingga adanya desakan pembentukan Panitia Khusus bahkan penerbitan hak angket oleh DPRD dari masyarakat Simalungun.
Belakangan berendus issue hangat bahwa dalam tahun 2018 ini, diduga Walikota Pematangsiantar Hefriansyah Noor akan kembali melakukan pergantian pejabat perangkat daerah tanpa melalui seleksi tetapi penghunjukan langsung dengan faktor kedekatan dan hubungan tali family.
Ketua LSM Forum13 Indonesia, Syamp Siadari menyayangkan sikap Pemerintah Kota Pematangsiantar yang tidak tanggap dan terlihat takut menghadapi untuk beraduiens dengan rakyatnya, sehingga terkesan bak seorang pecundang atau bacol.
“Sudah berlangsung 4 kali aksi demo dilakukan warga khususnya etnis Simalungun, kenapa tidak pernah diajak untuk berbicara untuk mencari jalan keluar, malah Walikota yang terhormat kita ini terkesab alergi dengan masyarakat mungkin yaa….? “ kesal Syamp.
Syamp juga memaparkan, saat kondisi seperti inilah terlihat seorang pemimpin itu apakalah layak mengayomi dan memahami bahwa jabatanya amanah rakyat dan hanya untuk melayani rakyat atau malah sok arogan, sok jago jago, sok paling pintar, sok bongak bahkan atau sok kali.
“Seharusnya seorang pimpinan itu memahami jabatanya untuk apa, apakah untuk melayani atau untuk menunjukkan arogansi atau merasa paling hebat malah terkesan tidak peduli atau tidak mau tau akan kondisi bahwa dirinya sudah sangat dibenci warga” tambah Syamp.
“Saya berharap Walikota jangan menyepelekan permasalahan ini, apabila tidak dibendung dan melakukan pembicaraan musyawarah mufakat demi menjaga kerukunan dan kenyamanan warga akan ada situasi fatal terjadi dan tidak bisa dipungkiri, bahwa amarah rakyat saat ini sedang tersulut dan membara” tegas Syamp.
Tutup Syamp, supaya para stake holder, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh negarawan lainya supaya bersedia menyejukkan pertikaian ini dan DPRD harus benar benar pro rakyat jangan karena iming iming paket proyek dan uang fulus menjadi anti rakyat sehingga menunjukkan jati diri wakil partai. Perlu juga disadari Walikota Pematangsiantar bila ada oknum lain yang mengambil kesemapatan menjadikan hal ini beraroma politik bisa bisa akan terjadi pemaqzulan seperti apa yang di orasikan oleh masyarakat. Sensus Tambunan




Discussion about this post