IGNews | Jakarta – Kepala BKPM Bahlil Lahadalia kembali mengungkapkan alasan pemerintah untuk menghentikan
ekspor nikel. Salah satu tujuannya untuk memproduksi baterai lithium mobil listrik.
Bahlil mengatakan, ketika pemerintah melakukan keputusan besar menghentikan ekspor nikel, semua orang bahkan dunia
ada yang tidak setuju. Anak anak Indonesia juga protes.
Bahlil menambahkan, total cadangan ore nikel dunia 20% ada di Indonesia dan 80%, baterai ini bahan bakunya nikel. Ore nikel merupakan bahan untuk membuat baterai mobil listrik. Realisasi larangan ekspor bijih nikel (ore) telah berlangsung selama sebulan sejak 1 Januari 2020.
Hal tersebut mungkin saja membuat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kehilangan penerimaan. Namun, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan pihaknya tidak merasa adanya kehilangan penerimaan, selama ekonomi RI mendapat nilai tambah dari kebijakan tersebut.
Pasalnya sebelum diberlakukannya larangan eskpor bijih nikel (ore), pemerintah merasa Indonesia kurang mendapat nilai tambah. Padahal Indonesia merupakan negara pengekspor nikel kedua terbesar setelah China.
“Ini untuk menciptakan lapangan kerja, lapangan kerja itu tercipta kalau ada investasi masuk. Jangan ada anggapan seperti itu. Karena ini masalahnya hanya di nikel sepertinya, nikel itu kita stop untuk tidak diekspor raw materialnya karena kita ingin hilirisasi di Indonesia” ungkapnya.
“Kita ingin ekspornya dalam bentuk semi finished atau finished product, sehingga memiliki nilai tambah yang besar, baik bagi cipta lapangan kerja maupun dalam bentuk nilai rupiah” tuturnya.
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) diminta oleh Kementerian ESDM untuk memberikan data biaya produksi bijih nikel. Menurut data yang dikumpulkan dari sekitar 30 perusahaan, diperoleh angka rata rata HPP (harga pokok produksi) bijih nikel sebesar USD20.34/mt (metrik ton), sehingga jika di pasar domestik bijih nikel kadar 1,8% dihargai USD20/mt, maka penambang akan menanggung kerugian belum lagi biaya biaya lain yang timbul akibat proses ini.
“Kita tahu bersama bahwa setiap proses penambangan tidak dapat dipastikan kadar ore yang diperoleh, sehingga jika ore yang didapat memiliki kadar 1,7%, bisa kita hitung berapa besar kerugian penambang. Oleh karenanya, saat banyak penambang yang memilih menghentikan produksi” ujarnya.
Beberapa waktu yang lalu pemerintah melalui kementerian ESDM memberikan pernyataan bahwa pemerintah sedang membuat formula yang tepat guna menerbitkan peraturan tata niaga nikel domestik agar pihak penambang maupun smelter tidak ada yang dirugikan.
Harga Internasional saat ini, bijih nikel kadar 1,8% FoB Filipina dihargai antara USD59-61/wmt, sehingga jika pemerintah mengajukan harga jual bijih nikel domestik kadar 1,8% FoB sebesar USD38-40/wmt merupakan harga yang wajar. Jika dibandingkan dengan harga Internasional tentunya tidak memberatkan kedua pihak baik smelter maupun penambang. Namun, tawaran tersebut saat ini masih ditolak oleh pihak smelter yang masih ngotot menginginkan harga ditentukan oleh mekanisme pasar sebagaimana sudah berjalan selama ini.
Untuk itu HIPMI bersama KADIN, APINDO dan APNI sebagai organisasi yang menaungi dunia usaha mendesak pemerintah menerbitkan aturan yang melindungi pelaku usaha dengan menetapkan harga Pembelian atau Harga Patokan Mineral Nikel yang memperhaikan bisys arodust dan juga harga acuan internasional sehingga industri nikel datam negeri bisa tumbu dan mensejahterakan rakyat. Zeff





Discussion about this post