IGNews | Kalbar – Lagi lagi telah terjadi malpraktek, diduga salah melakukan tindakan medis, disalah satu Rumah Sakit di Kota Singkawang. Pihak korban dalam hal ini Suprapto sudah melaporkan ke Polres Singkawang, Rabu (12/8/2020) silam.
Pekerjaan seorang dokter itu selalu bersentuhan dengan nyawa seseorang, oleh sebab itu dibutuhkan profesionalismenya dan ketelitian dalam mendiagnosa penyakit pasien.
Suprapto seorang purnawirawan Polri, mendatangi kantor media Poros Indonesia (grup Media PT. Indigo Media Tama) dan menceritakan kronologis perawatan istrinya waktu di bawa ke Rumah Sakit Harapan Bersama, pada tanggal 8 Januari 2020 silam.
“Yang mana berawal dari keluhan istri saya yang merasakan sakit di bawah pusar, jadi saya bawa pada waktu itu kepada dokter Sungkono, setelah di USG, dokter Sungkono mengatakan penyakit yang diderita istri bapak adalah penyakit mioma, jadi pada waktu itu sempat dibawa ke Rumah Sakit beliau, Rumah Sakit Wempe di Pasiran. Begitu istri saya dibawa ke ruangan operasi tiba tiba tekanan darah istri saya naik 230 sehingga Pak Dokter Soekarno tidak bersedia untuk mengoperasi” jelasnya.
“Setelah itu pada tanggal 16 bulan Maret 2020 saya bawa istri saya ke klinik dan Apotek Insan Citra Madani (ICM), dan ditangani dokter Novi, di situ juga Hasilnya sama mioma, di rawat jalan sambil makan obat, setelah habis obatnya tanggal 3 April 2020 yang lalu, saya bawa ke dokter Davis, juga mengatakan istri bapak menderita penyakit mioma, karena saya pikir namanya penyakit dibiarkan nanti makin parah, maka saya bawa ke Rumah Sakit Harapan Bersama, setelah diperiksa oleh dr. Veridiana, istri saya langsung di USG, kemudian dr. Veridiana mengatakan malam ini jam 9 istri bapak di operasi dan saya diminta untuk menanda tangani berkas” urainya.
“Setelah setengah jam dari jam 9 malam tiba tiba seorang perawat mencari saya dan mengatakan bapak di panggil dokter Veridiana, setelah ketemu saya melihat diruang operasi ada istri saya bersama 6 orang perawat. Dokter Veridiana mengatakan, bahwa setelah saya belah perutnya, ternyata bukan penyakit mioma tapi tumor ganas, jadi saya jahit kembali. Dan ini harus saya rujuk ke dokter Samuel di RS Yosudarso Pontianak” ucapnya.
“Saya (suprapto) sempat berkata, bahwa ibu dokter tidak profesional, pada waktu ibu dokter operasi istri saya mana buktinya, dia (dokter) terdiam. Kemudian dia berkata istri bapak harus di rujuk ke dokter spesialis tumor dr. Samuel, berarti istri saya ini dijadikan kelinci percobaan ya saya pertanyakan pada dr. Veridiana saat itu” ungkapnya.
“Kebetulan anak angkat saya Waidi guru STM Singkawang sedang mengurus anak didiknya ke dokter Samuel, berkaitan dengan penyakit tumor. Jadi rujukan dari dr Veridiana saya WA kan kepada Waidi untuk menyampaikan kepada dr. Samuel tidak lama kemudian Waidi menelepon saya dan berkata dr. Samuel marah dan berkata dr Singkawang itu bisa bekerja atau tidak, jadi jangan main belah perut orang, tidak bisa baru kirim ke saya. Dan akhirnya setelah sebulan istri saya meninggal dunia” tuturnya.
“Setelah meninggal istri saya, pihak rumah sakit mewakili suami dari dr. Veridiana yang bernama dr. Robet bersama teman saya purnawirawan Polri Aliudin, mendatangi rumah saya dan kami adakan pertemuan. Dalam pertemuan itu pihak rumah sakit dr. Robet meminta saya agar tidak perlu menggunakan pengacara atau kuasa hukum, kita selesaikan secara kekeluargaan” tambahnya.
Suprapto menyambut baik niat mereka sehingga di jadwalkan lagi pertemuan kedua di rumahnya.
“Pertemuan kedua saya ditanya berapa kira kira jumlah pengeluaran bapa, tapi lagi lagi pak Prapto justru mengatakan bahwa saya lagi berduka, rasanya tidak pantas harus menjawab pertanyaan itu. Lalu pak Prapto menceritakan biaya yang dikeluarkan selama setelah operasi, dia mengatakan bahwa demi menyelamatkan istri saya, maka saya jual 5 kavling tanah seharga Rp.125 juta dan satu unit mobil damtruck seharga Rp. 70 juta” pertegasnya.
Pihak RS Harapan Bersama dalam hal ini dr. Robet merespon dan meminta waktu dan permasalahan ini jangan sampai ada orang lain tau dan meminta buat surat pernyataan damai bermetrai.
“Dalam waktu yang sudah ditentukan, dr. Robet menelepon saya bahwa dia sakit jadi minta undur waktu. Tiba tiba dr. Robet datang ke rumah saya dengan membawa pengacara, pertemuannya cukup singkat dan pengacara itu menyampaikan bahwa saya di bawa oleh dr. Robet dari Pontianak setelah ada pertemuan dokter di Pontianak, hal ini saya merasa di bohongi oleh dokter Robet karena diawal pembicaraan kami tidak perlu gunakan pengacara, rupanya dia alasan sakit nyatanya cari Pengacara ke Pontianak” kesalnya.
“Pengacara menyampaikan bahwa pihak RS akan memberi santunan sebesar Rp.10.000.000.-, lantas saya berkata emang saya pegawai rumah sakit” ucapnya. Dino’S





Discussion about this post