Kisah Sosok Stefanie

IGNews | Toba – BT tersangka kasus asusila di Toba menjelaskan secara ekslusif kepada Indigonews history kehadiran Stefanie ditengah tengah keluarnya.

Berawal dari perceraian pasangan suami istri, Samuel Butar Butar dengan istrinya Lindawati Saragih lantaran istrinya mengalami sakit ingatan, akhirnya membuat Samuel itu meninggalkan istri dan kedua anaknya Stefanie (6) dan Mike (1.5) di salah satu pajak di pusat kota Tebing tinggi.

Dua tahun mereka terlunta lunta tanpa ada yang merawat di lingkungan yang sangat keras. Istrinya bahkan sudah tidak bisa lagi merawat dirinya. Kedua anaknya hanya diasuh seadanya oleh neneknya yang juga sudah kurang sehat yang hanya berjualan sayur di salah satu kios di pajak itu dan yang menjadikan kios itu sekaligus sebagai tempat tinggal.

Hidup tanpa jaminan keamanan, pendidikan, dan kesehatan, akhirnya, membuat neneknya (Ibu ayahnya) datang dari Dumai lalu menjemput kedua cucunya ke Tebing Tinggi. Kondisi mereka sudah sangat memprihatinkan. Mereka ditemukan sedang bermain main di dalam got diantara kios di dalam pajak.

“Stefani lalu dibawa dan dititipkan di rumah kami di Narumonda. Kondisinya tak karuan. Sekujur tubuhnya penuh koreng dan banyak bekas luka serta memar disana sini. Sedangkan adiknya, dibawa ke Dumai” jelas BT.

“Di bulan pertama tinggal bersama di Narumonda, banyak hal yang membuat kami harus berkerja keras dalam merawat Stefanie. Dirinya sering berbicara sendiri (halusinasi) dan mengkhayal serta mengaku sanggup melihat roh halus dan berbicara kepadanya. Bahasanya sering ngawur” tamhahnya.

“Semua anak anakku bila malam tiba, selalu trauma kalau keluar, sebab hantu banyak berkeliaran menurut penuturan Stefanie” ucapnya.

Memasuki bulan ketiga, kejadian besar terjadi, Stefanie meninggalkan rumah pada malam harinya, pada saat keluarga BT semua sudah tertidur pulas. 3 hari mencarinya.

“Saya berputar putar sekeliling kota Porsea. Saya berpikir, dia rindu Pajak Tebing tinggi” ujarnya.

“Tak menemukannya di jalan jalan di kota Porsea, akhirnya, saya mencari ke ladang yang tak terawat di belakang rumah. Ternyata, saya menemukannya sedang bermain sendiri di bawah rimbunnya semak semak di belakang rumah, Ladang Sibongis” lanjutnya.

Tambah BT menjelaskan “Melihat saya, dia terkejut dan langsung lari, seperti ketakutan. Saya pastikan saya adalah amang borunya. Lalu saya tangkap, dan saya bawa ke rumah”.

“Dengan berjalannya waktu,… Kejadian itu juga kerap terulang. Dan seperti biasa, Stefanie pasti saya temukan di antara semak yang ada di ladang Sibongis yang tak berapa jauh di belakang rumah saya” kisahnya.

Hingga akhirnya, di sekolah, dirinya mulai bergaul dan berkenalan dengan beberapa teman, salah satunya Sarma boru Simangunsong warga Desa Narumonda V, tepatnya saat dia sudah kelas 4.

“Sejak saat itu, setiap Stefanie meninggalkan rumah, dia pasti pergi ke rumah Sarma. Dan sejak itu pula kami tidak lagi terlalu pusing untuk mencarinya. Dan biasanya setelah paling lama 2 minggu, Stefanie pulang sendiri” ceriteranya.

Kebiasaan Stefanie meninggalkan rumah terus berlangsung hingga setelah dia duduk di bangku SMP. Kali ini, dia memiliki kawan baru, warga Desa Narumonda II dua orang.

“Selanjutnya, bila Stefanie meninggalkan rumah, yang selalu dilakukannya paling tidak setiap enam bulan sekali sejak tinggal bersama kami, maka mencarinya hanya ke rumah kedua temannya itu” pungkasnya.

Stefanie, setelah melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA, pada tahun 2019 lalu, maka dirinya pun memiliki teman yang baru sebagai tempat tinggal bila dia meninggalkan rumah, salah satunya si… Warga Desa Banjar Ganjang, Kecamatan Parmaksian.

“Awal semester II, awal tahun 2020, terakhir kali Stefanie meninggalkan rumah, dan kami merasa sulit melacaknya, sebab dia selalu tinggal berpindah pindah di rumah kawannya, hingga akhirnya saya menjemputnya dari sekolah setelah Stefanie meninggalkan rumah lebih dari 2 minggu” ujarnya.

Ibaratnya penyakit kambuhan, pada Selasa (15/92020), Stefanie kembali meninggalkan rumah untuk terakhir kalinya.

“Saya merasa mungkin kerinduannya untuk bertemu dengan kawan kawannya membuat dia nekad meninggalkan rumah lantaran sejak Awal April 2020 proses belajar mengajar sudah dengan sistem daring” ungkapnya.

Setelah mengetahui pagi harinya bahwa Stefanie telah meninggalkan rumah, tepatnya pada Rabu (16/9/2020) BT bersama keluarganya mencarinya ke rumah yang biasa disayanginya bila pergi. Namun dia tidak ditemukan. Hingga sore mencari ke beberapa rumah kawan kawan sekelasnya.

Kamis (17/9/2020) BT lalu mencarinya ke sekolah sebab setiap hari Kamis tepatnya untuk mata pelajaran Pendidikan Jasmani (Penjas) dimana setiap siswa harus hadir. BT berharap menemukan Stefanie disana. Namun, lagi lagi dia tidak ada.

“Akhirnya, Jumat (18/9/2020) pagi, saya meminta tolong kepada kawan laki laki sekelasnya, Harutama Gultom dan kawannya, untuk melacak keberadaannya. Saya juga memberikan sekedar biaya operasional mereka. Namun, bagai petir di siang hari, saya dengar khabar, bahwa pada Minggu (29/9/2020) Stefanie berada di Polres Toba Unit SPKT didampingi Sahat Butar Butar telah membuat pengaduan tentang dirinya telah mengalami tindakan asusila yang mana pelakunya adalah saya sendiri” heranya.

“Singkat cerita, saya saat ini, Senin (28/9/2020) sedang diperiksa sebagai Tersangka walaupun tanpa pernah menerima surat panggilan, sementara di sudut sana, melalui media sosial, saya dapat khabar, bahwa kehidupan Stefanie entah dimana kebenarannya tampak bahagia sekali” sedihnya.

“Wajahnya sangat ceria tanpa ada terguris sedikitpun beban yang memperlihatkan bahwa dia korban pelecehan seks selama 8 tahun sebagaimana dalam laporannya. Juga tak ada tanda trauma di wajahnya. Wajahnya tampak bahagia persis ketika kami sekeluarga bertamasya ke Pantai Pandan Sibolga” tutup BT. Rita’M