Yang Mulia Majelis Hakim yang saya hormati, Bapak/Ibu Jaksa Penuntut Umum yang saya hormati, Tim Penasihat Hukum yang saya hormati dan hadirin sidang yang saya muliakan. Sebelum nota pembelaan pribadi ini saya kemukakan, izinkan saya untuk mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan Hidayahnya, sehingga hari ini saya dapat membacakan dan menyampaikan pembelaan pribadi saya di dalam sidang yang terhormat ini.
Saya berterimakasih untuk komitmen Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum selama persidangan, yang telah berjalan hampir 3 bulan sejak persidangan pertama, khususnya di tengah banyaknya perkara yang harus diperiksa dan diputuskan ditambah kondisi Pandemi Covid- 19 yang belum selesai hingga saat ini.
Yang Mulia Majelis Hakim…………..! Saya mohon agar dalam memeriksa perkara ini dapat dengan cermat dan tetap menjunjung tinggi Asas Praduga Tak Bersalah (presumption of innocence) dan bukan dengan Asas Praduga Bersalah (presumption of guilty).
Saya juga memohon agar Penuntut Umum meskipun dalam posisinya sebagai wakil Negara, dapat secara seimbang, bebas dari kepentingan untuk bersama-sama mencari kebenaran materil berdasarkan apa yang terungkap di persidangan selama ini.
Dalam kesempatan ini, saya memberikan apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Ketua dan Anggota Majelis Hakim karena proses persidangan ini dapat berjalan secara baik, efektif, dan walaupun agak terlambat sedikit dan bahkan mengalami pergantian Ketua Majelis Hakim, namun semua tahapan persidangan dapat berjalan dengan baik.
Saya yakin dengan dilandasi oleh semangat kita bersama maka Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum, dan Kuasa Hukum saya dapat menjalankan proses persidangan ini berdasarkan prinsip-prinsip peradilan yang bersih, jujur (fair), demi tegaknya hukum dan keadilan.
Sebelum saya lanjutkan, ijinkan saya mengutip satu ayat dari injil Filipi 4 ayat 13 yang berbunyi: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku,” amin!.
Harapan saya, dengan pembacaan pembelaan pribadi yang saya sampaikan kepada Majelis Hakim Yang Mulia ini, kiranya dalam memberi putusan nanti, Majelis Hakim Yang Mulia akan terketuk hati nurani sehingga dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya dan yang terbaik bagi saya.
Yang Mulia Majelis Hakim……………! Saya lahir dan besar di Porsea pada 48 tahun yang lalu. Pendidikan formal yang saya tempuh hingga SMA ada di Porsea, kemudian menyelesaikan pendidikan saya di Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan pada tahun 1994. Pada tahun 1997 saya menikah dengan Yunita boru Butar butar dan telah dikaruniai 5 orang anak. 2 laki laki dan 3 perempuan. Dimana saat ini, 3 diantara anak saya sedang menjalani pendidikan di bangku kuliah sekaligus. Seumur hidup saya, saya belum pernah terlibat dalam tindakan yang melawan hukum.
Dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya sangat menyesalkan adanya kasus ini sehingga saya harus meringkuk di Rutan Polres Toba yang dingin dan di Rutan Kelas IIB Balige yang pengap, serta telah mengikuti proses yang sangat melelahkan mulai sejak di Kepolisian, Kejaksaan, hingga terakhir dihadapkan di persidangan yang terhormat ini.
Kejadian ini adalah suatu cobaan yang sangat berat bagi saya, istri, dan anak anak saya, namun Insya Allah hal ini dapat menjadi suatu pelajaran yang berharga bagi saya dan pengalaman bagi anak dan cucu saya ke depan, karena saya meyakini setiap pengalaman adalah guru yang sangat berharga.
Yang Mulia Majelis Hakim……………! Perkenankan saya sebagai Terdakwa dalam perkara ini, menyampaikan beberapa hal untuk melengkapi fakta-fakta yang sudah atau belum terungkap selama proses pemeriksaan di dalam persidangan yang terhormat ini.
Sebelumnya, perlu saya sampaikan beberapa hal yang saya alami sejak kasus ini menimpa saya. Bahwa usai saya dilaporkan ke Polres Toba oleh sdr Sahat Butar butar, saya sama sekali tidak pernah menerima surat panggilan dari Polres Toba namun langsung dilakukan penangkapan terhadap saya oleh Bapak Roy Butar butar di kediaman saya di hadapan istri serta anak anak saya sehingga mereka mengalami trauma psikis.
Padahal, sebelumnya, saya tetap melakukan komunikasi dan koordinasi yang baik dengan salah seorang petinggi Polres Toba yakni Bapak Priden Sinaga, Kasat Tahtip. Bahkan, senantiasa meminta ke beliau agar pihak penyidik Polres Toba segera melayangkan surat panggilan kepada saya sebagai dasar saya untuk membuat bantahan atau sanggahan kepada Penyidik.
Yang Mulia Majelis Hakim……………! Selama saya berada di Polres Toba, saya kerap mengalami tekanan moral dan pisik dari Aparat Polres Toba. Saya pernah ditelanjangi di tengah malam disaksikan langsung Kapolres bapak AKBP Akala Fikta Jaya SIK didampingi WakaPolres dan para Perwira Polres Toba dengan alasan yang tidak masuk akal. Mereka menuduh saya memiliki alat komunikasi seperti Android atau lainnya. Nyatanya, alat komunikasi itu tidak pernah saya miliki.
Saya juga pernah mengalami kekerasan phisik yang membuat wajah saya memar dan bengkak yang dilakukan oleh personil dari Satuan Narkoba bernama Daud Siregar. Hal itu dilakukannya secara terang terangan disaksikan oleh para tahanan lainnya.
Intimidasi juga pernah saya alami langsung dari Kasat Reskrim bapak AKP Nelson Sipahutar saat apel malam. Dalam kesempatan itu, Nelson dengan nada dingin memerintahkan saya agar nanti saat dihadapkan di persidangan seperti ini supaya mengakui semua yang didakwakan, agar hukuman saya bisa diringankan.
Yang Mulia Majelis Hakim……….! Mohon kiranya dapat menjadikan pembelaan saya ini, sebagai masukan dan bahan pertimbangan tersendiri bagi Yang Mulia Majelis Hakim, dalam memutus perkara ini dengan baik dan seadil adilnya.
Saya masih ingat, saat sidang pemeriksaan saya, Penuntut Umum mengatakan saya membuat pengakuan kepada Kapolres Toba saat dilaksanakan konferensi pers. Padahal faktanya: Konferensi pers tersebut dilaksanakan bagi ke 4 orang terduga pelaku pemerkosaan di Laguboti.
Informasi awal, bahwa saya tidak ikut di konferensi tersebut, namun setelah ke empat terduga pemerkosa itu hampir selesai melaksanakan konferensi pers, saya tiba tiba dipanggil dan diikutkan dalam konferensi pers itu dan langsung mendapatkan pertanyaan dari Kapolres.
Saya terkejut dan sangat merasa terganggu dipertontonkan di hadapan puluhan jurnalis yang sebelumnya mereka adalah merupakan sahabat sahabat saya yang sering bertugas meliput. (Photo terlampir-1).
Dibawah tekanan seperti itu, Kapolres bertanya: “Sudah berapa kali kau apakan?”.
Sebagai seorang jurnalis yang sudah cukup tinggi jam terbang, saya bingung menjawab pertanyaan seperti itu dari Orang Nomor 1 di Polres Toba. Saya langsung didesak dan didorong dari belakang saya oleh seseorang aparat untuk segera menjawab. Lalu saya jawab: “Tidak tahu!”.
Saya tidak tau menjawab pertanyaan seperti itu, sebab saya tidak tahu kemana arah tujuan pertanyaan itu.
Selama melakukan tugas sebagai jurnalis, saya tidak pernah berasumsi atau beropini sendiri atas suatu pertanyaan maupun suatu pernyataan. Tujuan dan makna suatu pertanyaan atau pernyataan harus jelas supaya tidak menimbulkan berbagai asumsi.
Yang Mulia Majelis Hakim……………! Saya adalah orang yang tidak memiliki latar belakang ilmu hukum. Tetapi selama beberapa bulan di Rutan Kelas II Balige, saya belajar dan mulai memahami dunia ilmu hukum dengan cara diskusi bersama para tahanan dan Napi di Rutan Kelas IIB Balige. Sayapun semakin mengerti bagaimana hukum yang seharusnya, dan dalam kenyataan prakteknya. Idealnya, hukum diciptakan untuk menjamin keadilan bagi setiap masyarakat.
Tetapi apa yang saya rasakan dan alami adalah, betapa aparat hukum di Polres Toba dan Kejaksaan Negeri Balige begitu bersemangat dan berniat untuk memenjarakan saya. Bukan itu saja, Penyidik Kejaksaan juga memberikan stigma seolah saya sudah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kesalahan bahkan hal itu hingga ditayangkan di salah satu media televisi dan mengaitkan nama saya dengan hukum kebiri.
Saya merasa bahwa Penyidik Kejaksaan Negeri Balige telah membangun suatu narasi kebencian publik terhadap saya, entah apa maksud dan tujuannya saya, tidak mengerti. (photo terlampir-2).
Tetapi saya tabah dan sabar akan semua statemen penyidik Polres dan Kejaksaan itu. Pintu keadilan masih tetap terbuka di Ruang Pengadilan ini, karena saya percaya bahwa Yang Mulia Majelis Hakim adalah pintu terakhir penjaga keadilan.
Karena itu, sampai saat ini, saya tetap menghormati dan mentaati proses hukum yang masih berlangsung, pun dalam benak saya tidak ada niat sedikitpun untuk melakukan perlawanan baik melalui media cetak maupun media online sebagaimana profesi saya sebagai wartawan dan yang masih memiliki banyak teman yang tetap setia dan loyal membantu.
Hingga kini, saya masih tetap lebih memilih untuk diam dan tunduk mengikuti proses hukum, walaupun hal itu bagi beberapa pihak, bahwa diam saya ini dianggap sebagai tanda bahwa saya bersalah. Tidak! Mereka keliru.
Yang Mulia Majelis Hakim,……………! Saya juga harus menghormati Putusan Sela yang disampaikan oleh Yang Mulia Majelis Hakim dengan menolak Eksepsi atau keberatan yang disampaikan oleh Penasehat Hukum saya atas dakwaan Penuntut Umum. Di sinilah dimulai babak yang saya sebut sebagai semangat Jaksa Penuntut Umum untuk memenjarakan saya. Bukan semangat untuk mengadili perkara ini secara adil.
Hingga semua pihak di persidangan ini akhirnya dapat melihat dengan mata kepala sendiri bahwa tidak ada satupun bukti dalam perkara ini yang didalilkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Dari semua saksi fakta yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum, tidak satu pun saksi yang menyaksikan dan menyebutkan bahwa saya melakukan apa yang didalilkan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu telah melakukan cabul terhadap korban bernama Stevani Butat butar.
Tetapi apa yang terjadi? Di dalam berkas tuntutan JPU, dinyatakan dengan subjektif bahwa JPU tidak meyakini keterangan saksi saksi fakta tersebut, padahal saksi saksi tersebut adalah saksi dari Penuntut Umum sendiri.
Bagaimana mungkin keterangan saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum misalnya atas nama Hendra Marpaung tidak diyakini oleh Jaksa Penuntut Umum sendiri?.
Atas dasar ini, sekali lagi saya sangat menyayangkan semangat Penyidik Kejaksaan untuk menghukum saya dengan mengabaikan hampir semua keterangan para saksi dalam fakta persidangan kecuali keterangan saksi Roy Butar butar yang selalu menyampaikan “Kata Orang”, sehingga yang dikedepankan adalah semangat untuk menghukum dan memenjarakan saya.
Terkait Kesaksian ROY BUTAR BUTAR, salah seorang saksi dari Penuntut umum yang mengatakan bahwa saya selalu pulang ke rumah pada pukul 23.00Wib. Faktanya bahwa, sejak tahun 2015 hingga sebelum saya ditahan di Rutan Polres Toba, saya memiliki sejumlah teman yang selalu bersama sekadar minum tuak di kedai “MAHAR” untuk melepas penat setelah bekerja seharian.
Teman teman saya itu berasal dari berbagai latar belakang profesi dengan status yang jelas alias bukan orang kriminal, seperti: Priden Sinaga (Kasat Tahtip), R Rajagukguk (Pegawai Kancabjari Porsea), Lisman Marpaung (Sekretaris Desa), A Sinambela (Anggota TNI 125 Balige) dan lainnya.
Sekedar informasi bahwa tuak yang tersedia setiap malam di kedai itu selalu terbatas, paling lama sudah habis pada pukul 21.00Wib. Hal itu bisa ditanyakan kepada para teman teman yang saya sebutkan diatas tadi. Hingga akhirnya kami pulang ke rumah masing masing setelah Tuak habis.
Adapun jarak kedai itu ke rumah saya hanya sekitar 350 meter, dimana saya tidak pernah melanjutkan minum ke kedai lain ataupun ke cafe atau diskotek. Hal itu bisa ditanyakan juga kepada para teman teman saya itu. Jadi, saya tidak pernah pulang ke rumah dari kedai di atas pukul 23.00 wib sebagaimana disebutkan saksi korban dan saksi Roy Butar butar yang selama memberi kesaksian hanya berdasarkan kata: “kata orang”.
Yang Mulia Majelis Hakim……………! Dalam kesempatan ini, Ijinkan saya menguraikan sedikit hubungan saya dengan Pelapor, sdr Sahat Butar butar yang selalu mengaku ngaku sebagai Ketua Kumpulan marga Butar butar se Kabupaten Toba.
Pada tahun 2017, sdr Sahat Butar butar diangkat jadi tenaga honor di Dinas Pariwisata oleh Bupati Toba saat itu, Darwin Siagian. Lantas saya sering bertanya kepada para pejabat terkait, apa dasar pengangkatan tersebut. Sebab menurut saya, pengangkatan itu cacat hukum alias tidak memenuhi syarat, baik dari latar belakang keilmuan, maupun pendidikan dan usia sebagaimana amanah Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013.
Hal ini menjadikan suatu dendam bagi Sahat Butar butar sebab dia merasa terusik atas sorotan saya terhadap kebijakan bupati tersebut. Selain hal diatas, saat Kejari Toba melaksanakan konferensi pers pada awal pertengahan September 2020 diwakili oleh bapak Gilbert Sitindaon tentang penetapan para tersangka kasus Even Danau Toba Kayak Internasional di Dinas Pariwisata Toba.
Tatkala itu, saya bertanya kepada pak Gilbert Sitindaon tentang adakah kemungkinan tersangka lain selain enam orang yang sudah ditetapkan?.
“Apakah sdr Sahat Butar butar ikut terlibat? Apakah Sahat Butar butar ikut diperiksa?” Itulah pertanyaan saya ketika itu di hadapan banyak wartawan. Hal itu semakin membuat dendam Sahat Butar butar semakin berkarat terhadap saya.
Sebagai akibatnya, saat Sahat Butar butar bertemu dengan keponakan saya, Saksi Korban, yang sedang beranjak dewasa dan sedang mencari kebebasannya,. Kesempatan itu tidak dibuang begitu saja, namun langsung menjadikannya sebagai ajang balas dendam terhadap saya.
Sahat Butar butar yang mengaku sebagai Tokoh dan Ketua Adat Marga Butar butar (yang sebenarnya Ketuanya adalah bapak Mangara Butar butar, Camat Lumbanjulu), ternyata tidak peduli dengan yang namanya “Hukum Adat”. Dirinya tidak mau masalah ini diselesaikan secara Adat dan Kekeluargaan.
Sekalipun permintaan itu datang dari Ketua Kumpulan marga Butar butar Kecamatan Siantar Narumonda, bapak Juni Butar butar kepada Sahat Butar butar supaya masalah ini diselesaikan secara hukum adat, sebagaimana suku batak yang terkenal dengan budaya adatnya: DITOLAK!.
(Dalam hal ini, saya juga termasuk pengurus kumpulan marga Butar butar wilayah Kecamatan Siantar Narumonda).
Ini menjadi suatu pertanyaan besar bagi saya atas maksud dan tujuan Sahat Butar butar yang mengaku ingin menyelamatkan satu orang boru Butar butar, namun disisi lain dia lupa bahwa ia juga telah menghancurkan seorang boru Butar butar berikut kelima orang anaknya, yakni istri dan anak anak saya sendiri.
Saya berani menyimpulkan bahwa tindakan Sahat Butar butar ini adalah tindakan balas dendam terhadap saya. Sebab dendam telah membutakan nuraninya.
Yang Mulia Majelis Hakim……………! Untuk mendukung tujuan balas dendam itu, dibarengi dengan niat Saksi Korban, Stevani Butar butar yang sejak tinggal bersama kami memang selalu ingin hidup dengan keinginannya untuk memiliki Android dan Laptop pribadi (pasca pelaporan saya ke Polres, informasi yang saya peroleh bahwa sdr Sahat Butar butar segera memberikan Android dan Laptop kepada Saksi Korban) maka kasus inipun dilanjutkan hingga ke persidangan ini.
Bahkan, Saksi korban yang katanya hingga saat ini menjadi pemurung karena mengalami trauma, saya bantah. Sebab, pasca laporannya ke Polres, Stevani langsung membut satu akun instagram. Dalam akun itu, dapat dilihat bagaimana wajah dan keceriaannya yang lepas tanpa ada terlihat sedikitpun bekas trauma seperti kata Penuntut Umum. Stevani tampak tertawa lepas sebagaimana saat dia belum meninggalkan kami. Tak ada wajah murung.
Yang Mulia Majelis Hakim……………! Perlu juga saya beritahukan juga, bagaimana ganasnya dan semangatnya sdr Sahat Butar butar mempublikasikan laporan pengaduan terhadap saya itu di media sosial seperti Facebook dan Whatsapp. Hal itu dilakukannya langsung seusai membuat laporan ke Polres.
Dalam hal ini saya juga mempertanyakan kredibilitas Polres Toba yang memberikan isi berita acara laporan pengaduan tersebut kepada sdr Sahat Butar butar, sehingga dia begitu bebas mempublikasikannya. Padahal, laporan itu merupakan suatu dokumen rahasia (yang tidak bisa dipublikasikan ke publik) demi keperluan pengembangan penyidikan serta mencegah pihak terlapor melarikan diri! Dari hal ini juga dapat kita ketahui bahwa sdr Sahat Butar butar ingin balas dendam. Sekali lagi ingin balas dendam.
Saya juga teringat ketika istri dan anak anak saya menjadi sangat sedih atas status Sahat Butar butar di media sosial yang begitu viral terkait laporannya ke Polres itu. Begitu banyak hujatan para netizen yang sangat berbau negatif diarahkan ke saya.
Betapa beratnya bagi istri dan anak anak saya mendengar dan membaca semua cacian dan hujatan yang dilontarkan kepada suami dan ayah mereka itu. Hingga akhirnya, istri dan anak anak saya memilih untuk menutup diri.
Kini, sudah hampir enam bulan saya terpaksa berpisah dengan mereka, demi mematuhi proses hukum. Saya tidak tahu, bagaimana biaya kuliah anak anakku yang begitu besar setiap bulan bisa terpenuhi terlebih dua orang saat ini sedang kuliah di IT del Laguboti dan satu orang di Medan. Saya hanya berdoa kiranya Tuhan memelihara mereka.
Majelis Hakim Yang Mulia……………! Setelah mendengar dan membaca tuntutan Jaksa Penuntut Umum, bapak Josron S Malau yang menuntut saya dipenjara selama 12 Tahun, saya jadi bertanya tanya sebenarnya apa yang dimaksud dengan 2 alat bukti yang cukup dalam bahasa hukum sehingga saya mendapat tuntutan itu?.
Apakah hanya dengan Laporan ke Polisi dan hasil VER yang menyatakan bahwa selaput dara sudah rusak maka bisa langsung menjebloskan seseorang menjadi pesakitan? Sedangkan hukum di Indonesia menganut azas PRADUGA TAK BERSALAH! Mengapa Penuntut Umum memaksakan pikirannya bahwa saya secara sah dan meyakinkan BERSALAH?.
Padahal jika Penuntut Umum benar benar ingin mencari kebenaran, maka seharusnya seluruh keterangan saya dan para saksi yang dihadirkan harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan tuntutan terhadap saya.
Majelis Hakim Yang Mulia……………! Tanpa bermaksud menyombongkan diri, ijinkan saya menyampaikan apa dan kegiatan apa saja yang saya geluti tatkala saya dilaporkan ke Polres yakni: 1. Ketua Panitia Pengawas Pemilu
Kecamatan Siantar Narumonda; 2. Ketua Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) se Kecamatan Siantar Narumonda yang mengelola dana ratusan juta rupiah; 3. Ketua Tim Program Inovasi Desa (TPID) Siantar Narumonda; 4. Kepala Biro Harian Cetak Orbit Kabupaten Toba; 5. Kepala Biro Media Online ORBIT Digital Kabupaten Toba; 6. Perwakilan Masyarakat se Kabupaten Toba dalam Forum Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan (FTJSL) Kabupaten Toba yang mengontrol dana CSR seluruh BUMSwasta se Toba; 7. Ketua Marturia (musik) Gereja HKBP Hasundutan Narumonda; 8. Ketua Koperasi KSU Toguma; 9. Direktur Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Narumonda 3 yang mengelola dana ratusan juta rupiah dan 10. Saya sering mendapat penghargaan sebagai salah satu jurnalis terbaik di Kabupaten Toba.
Dari semua kesibukan dan tanggung jawab yang saya pikul itu, serta besarnya benan hidup yang harus saya penuhi, membuat saya tidak pernah berpikir umum berbuat yang aneh aneh. Saya juga sangat jujur dalam hal keuangan, terbukti tidak pernah ditemukan adanya penyalahgunaan keuangan maupun wewenang.
Saya tetap senantiasa konsentrasi dalam pekerjaan dan tanggung jawab saya, bahkan waktu minum tuak selalu saya sempatkan untuk menulis berita. Sehingga saya dengan berani dan lantang berkata: SAYA SAMASEKALI TIDAK MELAKUKAN PERBUATAN CABUL TERHADAP KORBAN STEVANI BUTAR BUTAR.
Hal ini dapat saya buktikan, yakni ketika Ketua Majelis Hakim memeriksa Korban dan bertanya apakah terdapat tanda di tubuh saya? Korban menjawab: tidak tahu. Faktanya, di tubuh saya, maaf, hanya sekitar lima centi meter dari alat vital saya ada tanda warna putih yang cukup besar dan sangat mencolok.
Yang Mulia Majelis Hakim……………! Sebelum pembelaan ini saya sampaikan, sekali lagi ijinkan saya menyampaikan pesan saya kepada Korban Stevani Butar butar dan kepada istri saya yang terkasih.
Buat Stevani:
Baik baiklah kau inang di tempatmu yang baru, kau masih ingat waktu pertama kali meninggalkan rumah, saya bilang, kalau tak suka tinggal di rumah, biar kau kutitipkan di rumah bu Lintong, guru kelasmu. Tapi kau bilang tidak usah. Kau berjanji akan berubah. Itu 8 tahun yang lalu.
Hingga kau meninggalkan rumah pada September tahun lalu, bagiku kau belum berubah, namun kini kumengharap, di rumah tinggalmu yang baru, baik baiklah kau. Jangan lagi suka cerita penampakan hantu. Berusahalah hidup normal, walau saya rasa itu berat kau lakukan. Tapi yakinlah, dengan tetap berdoa, semua akan baik baik saja. Doa kami bersamamu.
Buat istriku,
Semalam saya dengar sebuah lagu di televisi dekat ruangan sel, judulnya: Melukis Senja! Saya terbayang akan segala sesuatu saat kita berjuang bersama sebagai sebuah tim dalam membesarkan anak anak hingga semua mendapat pendidikan yang terbaik.
“Aku mengerti, Perjalanan hidup yang kini kau lalui ku berharap, meski berat, kau tak merasa sendiri kau telah berjuang menaklukkan hari-harimu yang tak mudah biar ku menemanimu, Membasuh lelahmu izinkan kulukis senja, Mengukir namamu di sana mendengar kamu bercerita, menangis, tertawa biar kulukis malam, Bawa kamu bintang bintang tuk temanimu yang terluka, Hingga kau bahagia! demikian sebagian liriknya yang bisa kuingat. Intinya, kuatkanlah hatimu!”.
Yang Mulia Majelis Hakim……………! Sebagai penutup, saya yakin dan percaya bahwa di dalam hati Yang Mulia tahu dengan mengacu kepada fakta fakta persidangan bahwa saya TIDAK BERSALAH dan patut dibebaskan. Saya bermohon keberanian Yang Mulia untuk mengambil keputusan tersebut karena penyelidikan dan penyidikan yang telah dilakukan Penuntut Umum, saya yakini tidak menunjukkan kebenaran.
Mengingat usia saya yang akan memasuki setengah abad sebagai tulang punggung keluarga serta besarnya dana yang masih dibutuhkan pendidikan anak anak saya dan juga anak sulung saya yang butuh perhatian sebab berkebutuhan khusus, juga kondisi istri saya yang menderita maag kronis, maka berikanlah saya kesempatan untuk dapat kembali kepada keluarga dan melanjutkan kehidupan saya sebelum saya dipanggil untuk menghadap ke rumah Bapa di Surga.
Oleh karena Pengadilan ini adalah tempat mencari keadilan dan bukan ketidakadilan apalagi penghukuman, maka dengan alasan ini pula saya memohon sudilah kiranya Majelis Hakim MENOLAK TUNTUTAN dari Jaksa Penuntut Umum dengan menyatakan bahwa Tuntutan tersebut bukan untuk Keadilan melainkan untuk Penghukuman, sehingga Dakwaan Jaksa Penuntut Umum TIDAK TERBUKTI SECARA SAH dan MEYAKINKAN.
Berdasarkan seluruh pembelaan yang telah saya uraikan secara rinci di atas, sekali lagi saya memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar berkenan membebaskan saya, Bernard Budiarti Tampubolon dari semua tuntutan Penuntut Umum.
Demikianlah Pembelaan ini saya sampaikan, atas perhatian dan kebijaksanaan Yang Mulia, saya ucapkan terimakasih yang se besar-besarnya. Semoga Tuhan Allah senantiasa memberikan berkah, rahmat, taufik dan hidayahnya kepada kita semua khususnya Yang Mulia Majelis Hakim.
Oleh : Bernard Bidiarti Tampubolon (Rumah Tahanan Kelas II Balige)





Discussion about this post