IGNews| Taput – Dugaan kepemilikan tanah atas pembangunan jalan lingkar (ring road) menjadi polemik di tengah tengah masyarakat tiga Desa, yakni Desa Pariksabungan, Lobu Siregar I dan Lobu Siregar II, alasannya ada dua Desa saling klaim kepemilikan lahan, dan satu Desa lagi yakni Desa Lobu Siregar II, karena tidak adanya pemberitahuan kepada pemilik tanah atau lahan.
Salah satu pemilik lahan pada lanjutan pembangunan jalan lingkar Siborongborong yakni Anthon Sihombing mantan anggota DPR RI saat dikonfirmasi Indigonews melalui WhatsAppnya mengatakan ”Setahu saya jalan lingkar itu tidak melalui tanah saya, karena saya belum pernah duduk bersama membahasnya. Setahu saya seperti lingkar balige dan kaldera sibisa duduk bersama dengan pemilik tanah dan harus pelepasan tanah dari pemilik dan untuk perbaikan sertifikat. Pembuatan jalan lingkar kalau dana dari APBN dan Pemda mempunyai kewajiban membebaskan tanah yang dipakai dan tidak boleh merugikan masyarakat pemilik tanah seperti pembuatan jalan lingkar balige dan kaldera sibisa”.
Lanjut Promotor Tinju tersebut menegaskan “Dan jalan jalan lingkar lainnya diseluruh Indonesia diganti rugi kepada masyarakat apabila mengenai pada lahan atau tanah masyarakat, dan saya tidak menghambat pembangunan tapi ada proses proses yang harus dilalui dan disepakati”.
Kepala Desa Pariksabungan, Mangatur Tampubolon saat di konfirmasi Indigonews mengatakan “Tidak ikutnya Desa Pohan Tongan lantaran lahan atau tanahnya tidak mengenai pada pembangunan jalan lingkar, sekarang permasalahan ada antara Lumban Julu dengan Pariksabungan, sementara pada putusan Mahkamah Agung lahan tersebut telah dimenangkan Desa Pariksabungan, dan sekarang kita fokus atas penjualan lahan atau tanah kepada pihak DL. Sitorus oleh pihak Lumban Julu Lobu Siregar I”, Selasa (18/5/2021).
Salah seorang masyarakat Lumban Julu desa Lobu Siregar I , Lasben Sianipar menjelaskan “Dalam hal ini Kepala Desa Pariksabungan tidak mencermati dan atau tidak mengerti arti isi putusan Mahkamah Agung No272.K/TUN/2019 tertanggal 06 September 2019, dimana dalam putusan tertulis, menimbang, bahwa alasan alasan tidak dapat dibenarkan, putusan Judex Facti sudah benar dan tidak ada kesalahan dalam penerapan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut, bahwa masalah kepemilikan atau penguasaan kembali atas kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam surat objek sengketa tidak menjadi kewenangan atau kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menyelesaikannya,akan tetapi sengketa penguasaan atau kepemilikan hak atas suatu kawasan hutan atau tanah menjadi kewenangan peradilan perdata”.
“Untuk itu Kepala desa Pariksabungan tentu harus paham arti suatu putusan” jelas Lasben. Freddy Hutasoit





Discussion about this post