IGNews | Toba – P APBD Tahun Anggaran 2021 dalam pengadaan barang/ jasa di Pemerintahan Kabupaten Toba sangat rawan Korupsi. Untuk membuktikan kerawanan Itu, seperti tersiar sebelumnya di Media Online ini, bahwa beredarnya informasi sebesar Rp. 17,6 Miliar untuk yang terhormat sebanyak 30 anggota DPRD Toba .
Dana sebesar itu bentuk harga pagu paket/ proyek di dua OPD yakni Dinas PUPR dan Perkim. Tentu gampang untuk dibongkar dan diproses oleh APH, demikian Ir. I. Djonggi Napitupulu, Direktur Eksekutif IP2 Baja Nusantara kepada Indigonews di Komplek Kantor Bupati Toba, Jumat (15/10/2021).
Djonggi menjelaskan dugaan aliran permainan kotor dan jijik itu, masyarakat Toba harus memahami dan nengetahui untuk prosesnya pelaku pelaku pengadaan barang/ jasa.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang mengundang rekanan (Perusahaan) tentu itu adalah petunjuk Kepala Dinas sebagai Pengguna Anggaran.
Kemudian Kepala Dinas sebagai Pengguna Anggaran menerima arahan dari issu yang beredar Orang yang membeli semua paket/ proyek sesuai Pokir Anggota DPRD sebesar Rp. 17,6 Milyar.
Tentu paket/ proyek sebesar Rp. 17,6 Milyar itu atau pengadaan barang/ jasa terpecah pecah di dua OPD tersebut.
Nama judul/jenis proyek dan lokasi kegiatan dengan harga pagu bervariasi. Sedangkan Pejabat Pengadaan hanya bekerja untuk input data, sesuai daftar yang diberikan oleh PPK.
“Apakah itu sudah sesuai dengan aturan Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang pengadaan barang/ jasa..??” tanya Djonggi.
Jelas itu tidak sesuai, sudah menyalahi, namun akibat faktor faktor tertentu relah hancur demi karir, kawan dan bisnis hal tersebut di lakukan.
Tidak ada yang berani buka suara mulai dari tingkat Pokja, Pejabat Pengadaan, PPK dan KPA/PA. Demikian systemnya secara perhitungan bodoh bodoh, APH seharusnya gerak cepat untuk membongkar sindikat pengadaan barang/ jasa, dari siapa mengarahkan nama judul proyek harga pagu dan lokasi kegiatan bahkan seorang Kepala Dinas membeli paket untuk rekanan demi janjinya.
“Coba bayangkan pengakuan seorang pengguna anggaran di OPD harus beli proyek dari Mr. X, Tanpa meberi tahukan siapa orang tersebut” sebut Djonggi.
“Seharusnya pihak APH gerak cepat dalam hal ini, proses itu semua dan periksa minta keterangan mulai dari siapa itu Pejabat Pengadaan di dua OPD itu, kemudian yang sangat penting adalah PPK yang bertanggung jawab dalam hal harga perkiraan sendiri, sita semua rincian harganya” tegas Djonggi.
Sebenarnya itu adalah tugas para mereka (APH), dalam membongkar sindikat pengadaan barang/ jasa yang di postkan di Dinas PUPR dan Perkim terkait issu yang beredar dana Pokir untuk 30 anggota DPRD Toba sebesar Rp. 17,6 Miliar dengan bentuk Paket.
Pengadaan barang/ jasa yang ada di OPD yakni Dinas PUPR dan Perkim sumber dana P- APBD Tahun Anggaran 2021 adalah Pengadaan Langsung (PL) .
“Yang terhormat 30 anggota DPRD Toba yang di issukan bahwa dana Pokir sebesar Rp. 17,6 Milyar dengan masing masing sebesar Rp. 500 juta/ orang. Artinya masing masing mendapatkan dana Pokir sebesar Rp. 500 juta/ orang adalah Harga Pagu Proyek di dua OPD tersebut.
berikutnya Daftar Judul Proyek lokasi kegiatan masing masing anggota DPRD” urainya.
Kemudian untuk Pimpinan dan ketua Fraksi berbeda jatah lain halnya dengan sejumlah partai pengusung.
“Ir. Poltak Sitorus Bupati Toba pilihan rakyat dengan Visi Misinya Toba Unggul dan Bersinar” sebagai pemimpin seharus mengetahui hal ini, Bupati harus Jujur” tandas Djonggi.
“Indonesia Pemantau Pengadaan Barang/Jasa (IP2 Baja) Nusantara mempertanyakan ini kepada Ir. Poltak Sitorus melalui WA dan HP selulernya miliknya Bupati Toba, sangat disayangkan tidak mendapatkan jawaban, Ada apa yaaa..?” ujarnya.
Menanggapi atas dugaan pembagian dana Pokir, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Toba, Gilbert Sitindaon SH saat dikonfirmasi mengatakan “Mengenai pembagian dana Pokir DPRD Toba merupakan urusan antara Eksekutif dengan Legislatif, itu merupakan ranah dapur mereka, namun kalau ada penyimpangan pada fisik kegiatan di lapangan yang sampai terindikasi menimbulkan kerugian Negara, tentu kita tidak tinggal diam, harus kita usut apabila ada timbul kerugian Negara”.
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) punya wewenang kuat, yakni dapat melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), penyadapan dan yang lainnya. Namun kita tetap fokus pada, apabila ada indikasi kuat korupsi pada fisik kegiatan tentu harus kita usut kasus tersebut” tegas Gilbert ANP Sitindaon. Freddy Hutasoit





Discussion about this post