IGNews | Taput – Ketika pejabat politik masuk ke dalam birokrasi pemerintah daerah, maka timbul pulalah suatu permasalahan tentang hubungan keduanya. Birokrasi pemerintah daerah menjadi objek intervensi pejabat politik, seperti kasus di Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara.
“Lantaran dugaan laporan pihak ketiga kepada Pimpinan daerah Kabupaten Tapanuli Utara, bahwa seseorang lawan politik memesan papan bunga kepada istri seorang pejabat Eselon II di Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara, sehingga Asisten III Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara Setya Dharma Nababan dapat pergeseran sebanyak tiga kali dengan waktu yang singkat yakni dari Asisten III ke Staf ahli Bupati, Staf Dinas Perpustakaan serta Staf Kantor Camat Garoga.Sangat luar biasa bukan ?” ucap K. Panjaitan mantan pensiunan Pejabat Eselon II.
“Sikap atau tindakan demikian merupakan nilai dari suatu pejabat yang tidak paham dengan apa yang dikatakan birokrasi pemerintahan, dan pejabat demikian kerap menghalalkan segala cara asalkan tercapai pencitraan, gila gila dapat penghargaan kerap di dapat pejabat demikian,bahkan sistem bayar’pun di iakan asalkan dapat penghargaan guna mengelabui masyarakatnya” tawa K. Panjaitan.
Lanjut K. Panjaitan menjelaskan “Coba di pertanyakan Ketua Baperjakat, Ka BKD dan Insfektorat, kesalahan apa yang dilakukan oleh saudara Setya Dharma Nababan, serta berapa kali disampaikan surat teguran,juga adakah sidang etik dilaksanakan atas kesalahan saudara Setya Dharma,atau mereka tidak paham birokrasi pemerintahan?”.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik belum memberikan jawaban atas konfirmasi Indigonews melalui WhatsAppnya terkait Proses pencopotan secara paksa tanpa argumentasi yang jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, Juga tanpa di dahului melakukan evaluasi dan sidang etik apakah dibenarkan di kalangan pejabat Eselon II, sebab hal ini terjadi di Kabupaten Tapanuli Utara yang di alami salah seorang pejabat Eselon II atas nama Setya Dharma Nababan. Sebelumnya mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono pernah menyampaikan bahwa proses pencopotan secara paksa tanpa argumentasi yang jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
Pencopotan pejabat merupakan bentuk hukuman berat yang harus didahului dengan evaluasi atau sidang etik. Hukuman berat itu dijatuhkan jika pejabat yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin atau tidak menunjukkan kinerja yang baik.
“Bisa juga diberhentikan karena kinerja yang sangat rendah. Itu ada ukurannya dan biasanya melalui perhitungan performance, ditunjukkan bahwa dia tidak mencapai target, jangan dicampur baur dengan politik, sebab ini mengenai birokrasi pemerintahan” ujarnya.
Sekda Tapanuli Utara yang juga sebagai Ketua Baperjakat memilih bungkam saat di konfirmasi terkait proses pencopotan secara paksa tanpa argumentasi yang jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
Juga demikian Kepala Badan Kepegawaian Kabupaten Tapanuli Utara Erikson Siagian turut seirama memilih bungkam.
Ditambah lagi Kepala Insfektorat Kabupaten Tapanuli Utara, Manoras Taraja tidak mau ketinggalan memilih bungkam saat dikonfirmasi terkait pencopotan secara paksa tanpa argumentasi yang jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Freddy Hutasoit





Discussion about this post