IGNews | Taput – Putusan Pengadilan Negeri (PN) Tarutung menetapkan Profesor Yusuf Leonard Henuk terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melalukan tindak pidana “penghinaan ringan” dan dijatuhi hukuman 3 bulan penjara.
Atas putusan PN Tarutung, Prof. Ir. Yusuf Leonard Henuk (Prof. YLH) melakukan perlawanan dan menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi Medan.
“Mengingat ketentuan Pasal 67, 233, jo 237 KUHAP terhadap putusan Pengadilan Negeri Tarutung Nomor : 2/Pid.C/2022/PN Trt, tanggal 18 Februari 2022 dengan amar putusan: 1). Menyatakan terdakwa Prof. Ir. Yusuf Leonard Henuk tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melalukan tindak pidana “penghinaan ringan”; 2). Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan; 3). Memerintahkan agar pidana tersebut tidak perlu dijalankan oleh terdakwa, kecuali kalau dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim yang berkuatan hukum tetap, terpidana dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebelum habis masa percobaan selama 6 (enam) bulan; 4). Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp. 2.000 (dua ribu rupiah)” jelas Prof. YLH pada suratnya.
“Bahwa terdakwa ( Prof. YLH) memahami dan memahami dan menyadari sepenuhnya bahwa pidana yang dijatuhkan terhadap terdakwa bukanlah balas dendam melainkan mempunyai tujuan pembinaan, memberikan efek jera kepada terdakwa, dimana dengan penjatuhan pidana setimpal diharapkan agar masyarakat menjadi takut dan tidak melakukan perbuatan sebagaimana yang telah dilakukan oleh terdakwa (segi edukatif, segi preventif, segi korektif, dan segi represif). Khusus segi edukatif, terdakwa telah mengikuti tahap Mediasi untuk kasus ini di Polda Sumut sesuai Surat Dirreskrimsus Nomor: K/3092/X/RES.2.5./2021/Ditreskrimsus, Tanggal 15 Oktober 2021. Adapun tujuan mediasi ini guna mewujudkan keadilan restoratif (restorative justice) sesuai Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2021, tanggal 19 Februari 2021. Dalam SE ini, Kapolri menginstruksikan agar penyidik Polri mengutamakan pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan perkara yang menggunakan Undang undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pendekatan keadilan restoratif tidak perlu dilakukan melalui pengadilan, tetapi sejalan dengan kearifan lokal untuk menyelesaikan masalah melalui musyawarah mufakat, saling memaafkan. Terdakwa telah melakukan permintaan maaf 2 kali di media sosial, dan pihak pihak yang bermasalah mendapat keadilan yang seimbang. Terdakwa telah mengakui di pengadilan bahwa melalukan perlawanan, karena: (1) daya paksa (overmacht) – Pasal 48 KUHP, (2) pembelaan terpaksa (noodweer) – Pasal 49 ayat 1 KUHP, dan (3) menjalankan perintah tanpa wewenang [(Pasal 51 ayat (2) KUHP]” jelas Prof. YLH dalam surat bandingnya.
“Oleh karena itu, dengan ini terdakwa memohon supaya Ketua Pengadilan Tinggi Medan: 1). Menerima permohonan banding Terdakwa dari Pengadilan Negeri Tarutung, 2). Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tarutung Nomor : 2/Pid.C/2022/PN Trt, tanggal 18 Februari 2022, 3). Membebaskan pidana penjara terhadap Terdakwa selama pidana penjara selama 3 (tiga) bulan sesuai dengan surat tuntutan Penyidik Polres Taput, 4). Tidak membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000″ punkas Prof. YLH dalam surat bandingnya yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Medan.
“Demikian Memori Banding ini Terdakwa sampaikan sebagai pertimbangan bagi Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan guna memberikan hukuman pidana bebas yang setimpal kepada Terdakwa yang telah kooperatif dengan para Penyidik baik di Polres Taput maupun di Polda Sumut guna menyelesaikan kasusnya melalui pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) sesuai Surat Edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2021, tanggal 19 Februari 2021″ tutup Prof. YLH dalam surat bandingnya. Freddy Hutasoit





Discussion about this post