Oleh : Jan Wiserdo Saragih
IGNews | Siantar – Tentu masih ada yang mengingat Pilkada Pematangsiantar Tahun 2010 yang dihebohkan adanya tuntutan warga atas kartu voucher yang dibagikan pemenang Pilkada saat itu, yang menjanjikan kartu voucher dapat di tukar dengan sejumlah uang.
Identik dengan kartu voucher di Pematangsiantar, Pilkada Kabupaten Simalungun juga terjadi pembagian Kartu Sikerja, yang menjanjikan modal kerja dan usaha sampai sebesar Rp. 50.000.000.
Kartu Pilakda ini diawali oleh Jokowi dan Ahok calon Gubernur/ Wakil Gubernur DKI tahun 2012. Kartu pilkada mereka adalah kartu sehat dan kartu pintar.
Perbedaannya, kartu pintar dan kartu sehat Jokowi saat itu langsung direalisasi tiga bulan pasca dilantik jadi Gubernur dan seluruh siswa dan masyarakat langsung merasakan manfaatnya.
Kartu pilakda Jokowi bisa langsung direalisasikan karena memang telah dipelajari, direncanakan dan dihitung dari awal dan tidak ada niat untuk mengelabui rakyat untuk mencapai kemenangannya.
Kartu Pilkada, voucher di Pematangsiantar dan Sikerja di Simalungun tak mampu direalisasikan karena memang tidak dihitung, tidak dipelajari dan mungkin memang tidak ada direncanakan untuk direalisasikan.
Jika melihat lebih dalam niat hati dan nurani dari inisiator atau kreator yang menciptakan “kartu pilkada” di Pematangsiantar dan Simalungun ini, haruslah memiliki kemampuan hati yang kuat untuk jadi raja tega untuk siap berbohong kepada puluhan bahkan ratusan ribu orang.
Mencari persamaan dan perbedaan kartu voucher yang di Permatangsiantar dan kartu sikerja di Simalungun. Sama sama di bagikan saat menjelang pilkada, sama sama memenangkan pilkada , sama sama tidak memenuhi janji yang disampaikan.
Perbedaannya terletak pada harapan, ya … harapan agar janganlah akhirnya semua berakhir sama. Sungguh, janganlah pada akhirnya semua berakhir sama.





Discussion about this post