IGNews | Toba – Mengungkap dan menelisik, apa itu..? perbedaan, “Pengusaha toko material bangunan yang menampung galian golongan C berupa pasir ” dan apa itu.? “Pengusaha tambang ilegal galian golongan C berupa pasir .” Demikian disampaikan Ir. I. Djonggi Napitupulu Direktur IP2 Baja Nusantara Kepada reporter Indigonews dengan mencurigai bahwa disebut sebut ada pemilik Toko Bangunan Material yang menampung galian golongan C Pasir dan membangun satu wadah penampungan serta mendirikan bangunan gedung di Bantaran Sungai Alian Balige, Kelurahan Napitupulu, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba yang melanggar aturan garis sepadan sungai, Senin (3/9/2023).
Djonggi Napitupulu sebelumnya mengatakan tentang sepadan sungai diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI, Nomor: 28/ PRT/ M/ 2015, pasal 6 angka (3) Garis Sempadan Sungai Kecil tidak bertanggul diluar kawasan Perkotaan ditentukan paling sedikit 50 Meter dari tepi kiri dan Kanan palung Sungai sepanjang alur sungai.
Kemudian dikatakan soal galian golongan C dalam surat KPK RI, tanggal 10 Juli 2023, Nomor: B/ 3900/ KSP.00/ 70-72/ 07/ 2023, perihal Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Terkait Dengan Penertiban Usaha Miniral Bukan Logam dan Batuan di Provinsi Sumatera Utara.
Dalam surat dimaksud bahwa Galian golongan C harus berasal dari kegiatan usaha yang memiliki izin yang sah, artinya dalam surat tersebut adalah supaya terhadap para pengusaha tambang galian golongan C harus memiliki izin yang sah.
“Nah…, yang menjadi persoalan adalah pengusaha toko bangunan material yang menampung galian golongan C yang berada di bantaran sungai Alian Balige Kelurahan Napitupulu, saya sudah berulang kali melaporkan yang dimaksud kepada Pemerintah Kabupaten Toba dan Perangkatnya namun belum ada tindakan nyata, atas penampungan pasir dan garis sepadan sungai” sebutnya.
“Kemudian dicurigai dan disebut sebut bahwa pemilik wadah penampungan pasir itu adalah milik oknum toko bangunan material yang diinformasikan bahwa kegiatan penampungan itu sudah cukup lama bekerjasama dengan pihak pengusaha tambang yang tidak memiliki izin resmi, bahwa kerja samanya diduga dan diinformasikan dalam hal pengangkutan pasir dan jual beli harga/ kubik dan disinilah dibutuhkan tindakan nyata dari pihak Forkopimda untuk teliti, mencermati dan menganalisa untuk menerapkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Miniral dan Batubara, serta berikutnya untuk menerapkan Undang Undang dugaan Perlawanan Hukum tentang Penadah” ungkap Djonggi.
“Diharapkan Polres Toba dan Kejari Toba agar lebih proaktif dan membuat tindakan nyata bahkan jangan ada pembiaran usut segera oknum pemilik penampung Galian golongan C yang berada di bantaran sungai Alian Balige, bahwa jika terbukti galian golongan C Pasir yang ditampung berasal dari Pengusaha Tambang liar itu dapat disebut sebagai Penadah tangkap dan proses sesuai aturan yang berlaku” harapDjonggi Napitupulu.
Sebelumnya baru baru ini raker Forkopimda, bahwa Bupati Toba Ir. Poltak Sitorus dalam sambutannya menyampaikan bahwa rapat kerja dilaksanakan untuk dapat mengatasi masalah yang terjadi di Kabupaten Toba dan pada rapat kerja kali ini ada tiga hal utama yang menjadi fokus pembahasan untuk kedepannya dapat ditindaklanjuti dengan baik.
Seperti penertiban dan pembahasan pemungutan pajak mineral bukan logam dan batuan di Kabupaten Toba; dan Penertiban daerah sempadan Sungai/ Danau Toba yang dipergunakan masyarakat.
Lain halnya disampaikan Ridwam Siringoringo, Ketua LSM Topan RI mengatakan ”Dari sisi regulasi, PETI kerap melanggar Undang Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara”.
Jelasnya, pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.000.
Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.
“Mengutip retribusi dari tambang atau penampung tambang tanpa ada IUP & IUPK adalah merupakan tindak pidana,dimana pengutipan tidak memiliki dasar hukum dan pasti akan mengarah pada perbuatan praktek korupsi” ujar Ridwan Siringoringo.
Lanjut Ridwan “Untuk itu pihak Aparat Penegak Hukum (APH) tentu harus bertindak tegas dalam hal penertiban ini,sebab ini merupakan suatu kejahatan yang merugikan Negara dalam pertambangan, dengan seenaknya melakukan penambangan serta menjual hasil tambang tanpa ada kontribusi kepada Negara, mau dibawa kemana Negara kita NKRI ini, apakah ada indikasi dugaan kerja sama APH dengan para pengusaha tambang serta penampung/ penadah hasil kegiatan ilegal ini?”.
“Sumber material dari Kabupaten Tapanuli Utara tanpa Izin Usaha Penambangan (IUP), penampung dari Kabupaten Toba, kita meminta agar segera dihentikan dan segera diberikan perhitungan selama tambang dan penampung beroperasi menikmati kegiatan ini bahkan dilakukan penyitaan” harap Ridwan dengan tegas. IGN_Freddy Hutasoit




