INDIGONEWS – Disaat Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kadis PUPR) Provinsi Sumatera Utara (Provsu) beserta rekan rekannya terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru baru ini di Mandailing Natal (Madina), masyarakat Tapanuli Utara sibuk membahas pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp. 326 Miliar Tahun Anggaran (TA) 2020.
Pagu kegiatan pembangunan jalan di Provinsi Sumatera Utara atas kasus Kepala Dinas PUPR Provsu senilai Rp. 231 Miliar dan itupun kegiatannya mulai sudah beberapa tahun yakni mulai dari tahun 2023. Sedangkan kegiatan pinjaman PEN senilai Rp. 326 Miliar hanya dikerjakan selama 2 bulan, yakni pada akhir Oktober 2020. Apakah tidak ada indikasi korupsi dalam kegiatan pinjaman PEN tahun 2020..?” tanya warga Kecamatan Siborongborong, Tua Hutasoit saat berbincang bincang dengan reporter Indigonews, Selasa (22/7/2025).
Tua Hutasoit menambahkan “Sangat luar biasa Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dapat menghabiskan anggaran Rp. 326 Miliar hanya dengan waktu dua bulan, dengan jumlah paket kegiatan 1372 paket kegiatan dan itupun sampai saat ini tidak dapat diusut oleh pihak Aparat Penegak Hukum, baik itu KPK, Kejaksaan dan Polri sehingga kita bertanya tanya. Apakah ada jatah APH dalam pembagian paket dari jumlah 1372 paket itu?”.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif IP2 BAJA Nusantara, Djonggi Napitupulu mengatakan “Seharusnya KPK dalam situasi penanganan kasus OTT Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara mengambil kesempatan dalam penanganan terkait dugaan korupsi pada kegiatan yang bersumber dari PEN 2020 di Kabupaten Tapanuli Utara senilai Rp. 326 Miliar, sebab kegiatan Dinas PUPR Kabupaten Tapanuli Utara menelan anggaran Rp. 121 Miliar dengan waktu pengerjaan hanya 2 bulan. Begitu juga pada Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim), juga menelan anggaran senilai Rp. 65 Miliar dengan waktu 2 bulan”.
“Kita berharap, dalam kesempatan ini mumpung pihak KPK berada di Sumatera Utara, tidak ada salahnya juga mengungkap kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran dari pinjaman PEN 2020, sebab pada tahun itu, sejumlah Kepala Desa juga dapat paket proyek dari PEN. Ada yang mendapat 2 – 7 paket per oknum Kepala Desa, sehhingga jejak digital pada LPSE kegiatan dari PEN tidak ada kejelasan. Dasar KPK tentu harus dari jejak digital dari LPSE dan tidak ada bedanya pada kasus Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara”.ujar Djonggi Napitupulu dengan tegas. IGN_Freddy Hutasoit




