Simalungun (Indigonews) – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memaparkan hasil investigasi serta kronologi singkat tenggelamnya KM.Sinar Bangun tanggal 18 juni 2018 silam langsung dipimpin oleh Ketua KNKT, DR.Ir.Soerjanto Tjahyono di Ruang Harungguan Djabanten Damanik Pamatang Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, Selasa (14/8/2018).
Sesuai hasil investigasi, KNKT menyimpulkan kronologi tenggelamnya kapal KM.Sinar Bangun, pada pukul 16.50 WIB kapal bertolak dari Pelabuhan Simanindo menuju Tigaras. Sekitar pukul 17.10 WIB terjadi perubahan cuaca, angin kencang dan gelombang sekitar 1,5-2 meter menghantam lambung kiri kapal menyebabkan kapal oleng ke kanan dan terbalik.
Penumpang terbagi dua kelompok, kelompok pertama berada di Lambung dan lunas kapal, kelompok kedua terapung disekitar Sinar Bangun dengan mengandalkan benda terapung misalnya potongan kayu dan helm
Beberapa saat kemudian, ombak besar kembali datang dan menyapu semua penumpang yang ada di atas lambung dan lunas kapal. Setelah itu, bagian kapal tidak terlihat lagi. Data terakhir yang didapatkan KNKT, jumlah korban selamat sebanyak 21 Orang, jumlah korban ditemukan meninggal sebanyak 3 orang, jumlah korban yang belum ditemukan sebanyak 164 orang.
KNKT menilai adanya beberapa kejanggalan KM.Sinar Bangun yang tenggelam dimana tidak sesuainya ukuran kapal yang tertera pada sertifikat, begitu juga dokumen kelayakan bahwa kapal hanya bergeladak tunggal bukan 3, begitu juga bahwa kapal sesuai izin kapal pengangkutan penumpang dan hanya kapasitas 45 orang bukan dengan barang.
Sisi lain kapal dilengkapi jaket penolong 50 buah orang dewasa (tanpa jaket penolong anak-anak dan bayi). Menurut awak kapal, kapal memiliki jaket penolong sebanyak sekitar 80 buah, namun diletakkan di lemari dan sebagian terikat di langit-langit kabin penumpang. Akses darurat tidak tersedia dan jendela terhalang teralis. Pada waktu kejadian penumpang tidak sempat mengenakan jaket penolong karena peristiwa terjadi begitu cepat.
Kejanggalan lainya, aturan kelengkapan kapal penyeberangan belum dipahami dengan baik oleh operator kapal dan instansi yang berwenang mengeluarkan sertifikat kapal. Hal ini terlihat dari tidak lengkapnya peralatan minimal maupun peralatan keselamatan kapal yang digunakan untuk mengangkut penumpang. Misalnya, jaket penolong, pintu darurat, peralatan pemadam. Awak kapal tidak disyaratkan untuk melakukan pelatihan menghadapi keadaan darurat dab tidak ada radio komunikasi baik di atas kapal dan di pelabuhan.
KNKT juga menyamapikan beberapa rekomendasi keselamatan yang ditujukan kepada regulator dan operator kapal-kapal penumpang tradisional di Danau Toba, disamping meminta supaya Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara lebih efisien dalam menerbitkan izin dan membyat suatu sistem dan prosedur yang memastikan manifest terdata dengan baik. Panjaitan




Discussion about this post